Baru-baru ini, muncul kebijakan yang mendorong agar para ayah turut mengantar anaknya di hari pertama sekolah.Â
Aturan tersebut ada dalam Surat Edaran (SE) Kemendukbangga/BKKBN, nomor 7 Tahun 2025 Tentang Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah, tanggal 10 Juli 2025.
Tujuannya adalah untuk memperkuat peran ayah dalam pendidikan dan mendekatkan hubungan emosional dengan anak.Â
Pro Kontra SE Ayah Antar Anak
Namun, kebijakan ini memicu pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian pihak mengapresiasi, sementara sebagian lainnya menilai aturan ini terlalu mencampuri ranah privat keluarga.
Secara sosial, keterlibatan ayah dalam pendidikan anak memang penting. Banyak studi menunjukkan bahwa kehadiran figur ayah berdampak positif terhadap perkembangan emosional dan mental anak.Â
Hari pertama sekolah adalah momen krusial yang dapat menciptakan kenangan emosional kuat bagi anak.Â
Kehadiran sang ayah dapat memberikan rasa aman dan semangat bagi anak yang mungkin cemas menghadapi lingkungan baru.
Namun demikian, menjadikan kehadiran ayah sebagai aturan resmi menimbulkan persoalan tersendiri. Sebab, tidak semua keluarga memiliki struktur dan kondisi yang sama.Â
Ada ayah yang harus bekerja jauh, bekerja malam, atau bahkan tidak hadir dalam rumah tangga karena berbagai alasan, seperti perceraian atau kematian.Â
Menyeragamkan kewajiban ini justru bisa menimbulkan rasa bersalah atau beban psikologis bagi keluarga yang tidak mampu memenuhinya.
Apalagi, pengaturan mengenai siapa yang mengantar anak ke sekolah idealnya merupakan keputusan internal keluarga.Â
Negara sebaiknya tidak masuk terlalu jauh ke dalam wilayah domestik rumah tangga. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang mendorong partisipasi, bukan memaksa.