Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menikmati Kopi Hasil Sangrai dan Racikan Sendiri

29 September 2022   04:50 Diperbarui: 30 September 2022   06:55 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil kopi bubuk setelah digiling.| Dokumentasi pribadi

Setiap orang memiliki selera sendiri-sendiri, termasuk dalam menikmati kopi. Ada yang senang menikmati kopi tubruk atau kopi hitam yang disaring terlebih dahulu. Sebagian orang, mungkin saja menginginkan secangkir kopi yang telah dicampur, three in one. Kopi, susu, gula dalam sachet untuk satu takaran.

Kopi, adalah minuman favorit saya selain air putih. Sehari, menghabiskan dua cangkir kopi hitam. Pagi dan sore. Kadang-kadang, ada ekstra di siang hari. Secangkir kopi pahit untuk menangkal kantuk yang tak bisa diajak kompromi.

Kopi hitam, seratus persen kopi asli bisa diperoleh di mana saja. Di coffee shop, toko atau swalayan. Juga kini telah dijual secara online. Namun, kopi tradisional masih dijual di pasar tradisional. Contohnya, di Tiuh Balak Pasar, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Biji kopi Robusta Lampung yang siap disangrai secara tradisional.| Dokumentasi pribadi
Biji kopi Robusta Lampung yang siap disangrai secara tradisional.| Dokumentasi pribadi

Kita dapat mengolah kopi biji menjadi kopi bubuk secara tradisional. Tergantung pada kemauan, kesempatan, dan ketersediaan biji kopi. Tentu saja, tak secanggih metode roasting tetapi sangrai ala produksi rumahan.

Beberapa kali, saya berkesempatan untuk melakukan kegiatan sangrai kopi saat senggang. Baru-baru ini, saya kembali menggoreng biji kopi sendiri di rumah. Jadi, tak perlu takut salah karena hasilnya akan dinikmati sendiri. Kalau pun ada yang mau ikutan mencoba, ya silakan. Dengan senang hati.

Biji kopinya saya pilih sendiri dari kopi Robusta petik merah. Dijemur di atas para-para hingga kering barulah dikupas dengan menggunakan mesin pengupas buah kopi, milik salah seorang warga di Baradatu. Biji kopi hasil seleksi tersebut sekira 4 kg.

Di Bukit Jambi, Baradatu, Way Kanan, harga kopi petik merah antara Rp 30.000 -- 50.000 per kg. Tetapi harga kopi petik asalan alias panen rampok dibandrol antara Rp 22.000 -- Rp 24.000 untuk setiap kilogram kopi yang telah dikupas.

Saya pun membawa 4 kg biji kopi Robusta itu ke Kupang. Praktik menggoreng pun dimulai. Kompor, wajan, dan pengaduk pun disiapkan. Turut hadir dan menyaksikan, salah satu ponakan dari generasi milenial yang belum pernah melihat orang menyangrai kopi. 

Jadilah ia menjadi penonton sambil membuat konten untuk TikToknya. Sempat pula sang ponakan berkomentar, 'back to nature ya...'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun