Mohon tunggu...
grace purwo nugroho
grace purwo nugroho Mohon Tunggu... advokat -

penggiat sosial dan politik. Lampung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengakhiri Dilema Bangsa

10 Mei 2019   18:40 Diperbarui: 10 Mei 2019   19:01 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengenai Pancasila yang dapat dikatakan konsep sinkretik dalam demokrasi sebenarnya bisa dijadikan panduan dalam mendorong demokratisasi, tetapi dari jaman kemerdekaan dimana semua isme-isme bisa hadir, islam, nasionalis, sosialis-komunis semuanya bisa, sampai kemudian komunisme dilarang tetapi dasar negara kita tetap dikatakan pancasila. Sehingga pancasila yang maknanya luas ini harus secara substansial dibedah lagi, karena pancasila juga terbuka bagi isme apapun, sehingga pelarangan kebebasan atas nama pancasila ini menjadi paradok politik.  

Kelompok agama pasti akan menuai kekhawatiran juga karena jika demokratisasi diberikan secara penuh maka yang muncul adalah agama akan tergradasi menjadi semakin sekuler, dan ini tidak sesuai kehendak ajarannya, jangan umat islam, yang komunis pun khawatir jika masuk dalam demokratisasi dalam konteks keumuman maka akan akan mendistorsi konsep komunisme dan kemudian berkembang menjadi liberal, dan memang demokratisasi adalah turunan gagasan politik dalam pandangan liberalisme, setidaknya demikian yang dikehendaki oleh pemikir-pemikir liberal.

Berdamai dalam sejarah negeri yang serba sungkan ini nampaknya membutuhkan kesabaran tersendiri, karena jangan sampai kita melompat dalam isu-isu sensitive yang dapat merusak hubugan (golongan atau individu). Padahal dalam demokrasi kesungkanan-kesungkanan public ini dapat terklarifikasi, yang bukan berarti demokrasi tidak mengandung kelemahan, karena apabila secara ekonomi tidak berdampak lebih baik dan menimbulkan kesenjangan sosial dan politik, demokrasi juga akan mengalami redifinisi dan proses terus menerus.

Lalu bagaimana kita bisa tetap bertahan, sepanjang setiap rezim yang bergonta-ganti ini mestinya mulai membuka ruang untuk berkomunikasi secara intens dan perlahan-lahan dengan berbagai elemen bangsa, terutama yang terus menerus menggugat misalnya kelompok islam tertentu,  jika di dilakukan dengan  desain yang panjang dan dievaluasi kemungkinan akan terklarifikasi dan bisa menerima situasi, Turki yang merupakan ibukota  khilafah saja bisa menerima sekularisme walau  catatan bisa demikian akibat peperangan, mungkin kita memulai slot dialog demokratis dengan kelompok islam di perluas. 

Jika memungkinkan dalam waktu yang sama jika masih memungkinkan wacana mengenai  gagasan sosialisme dan komunisme juga dibongkar dalam ruangan yang damai dan demokratis tentunya, dan kelompok nasionalisme adalah penyedia ruang dan waktu untuk berdialog secara manusiawi. Jika kesemua dilakukan secara perlahan-lahnan mungkin bisa saja terjadi titik temu yang alami, bukan karena paksaan atau menang-menangan, karena jangan sampai dikotomi antara agama, nasionalisme dan isme lain dalam bentuk kawan --lawan, karena pasti tidak ada  proses dialog yang berkembang.

Konsepsi Pancasila harus secara perlahan-lahan dibongkar lebih dalam untuk mengetahui dan memahami makna, karena  konsep ini bukan barang sakral dan kaku, bila tidak dipahami secara mendalam maka akan jadi simbol belaka dan bisa ditafsirkan dalam bentuk apapun oleh rezim yang berkuasa (pengalaman pancasila pada masa orde baru).  

Kenapa ini mesti dilakukan, karena penduduk Indonesia sebagai warga negara dengan berbagai latar belakang sering tidak sama memahami konsep negaranya dan ini disebabkan inkonsistensi elit pemimpin negara dalam memadang warga negaranya, dan tidak heran tafsir silang ini menjadi sumber ketegangan-ketengangan dalam politik Indonesia.  Idealnya semua warga negara di Indonesia clear dan mempunyai kemampuan menjelaskan seperti apa negara yang menaungi mereka dan kemana arah tujuannya, sehingga dapat didukung oleh semua elemen warga negara.

Kesulitan kita saat ini adalah bahwa dari jutaan warga negara yang tersebar, masih ada yang memiliki agenda tersendiri terkait negara Indonesia, jika gagasan memisahkan diri dari NKRI akan begitu berat tantanganya, hal yang paling mungkin adalah melakukan kerja untuk agenda kelompoknya (ideologi maupun ajaran) dengan melakukan evaluasi terus menerus mengenai dasar negara dan UUD 45, sementara itu negara-negara lain sudah move on menjadi pemenang dalam persaingan politik dan ekonomi dunia, kita masih berkutat pada masalah-masalah dalam negeri. 

Bila menilik sejarah negara-negara maju, mereka juga mengalami konflik yang sama, Amerika terjebak dalam perang saudara, kemudian bisa membuat konsesus bersama dengan saling mengampuni kemudian bergerak lebih maju, Jerman pasca nazi dihancurkan dan kemudian bangkit, Jepang kalah perang kemudian kembali kenasionalismenya. 

Kemajuan karena terjebak konflik atau perang, atau memang solidaritas nasionalisme nya begitu kuat sehingga mereka cenderung memaafkan masa lalu, kembali start dari awal dengan solidaritas nasional, usai perang dunia II muncul negara-negara baru dengan semangat nasionalisme, pada jaman modern ini kita lihat Afrika Selatan, dan yang terakhir yang muncul akibat konflik adalah Yugoslavia yang terpecah menjadi beberapa negara, tetapi negara yang barunya  justru malah lebih baik. 

Indonesia walau membawa semangat nasionalismenya tetapi tidak semuanya selesai, karena mungkin dulu merdeka dulu baru disusun kemudian, ini yang menjadi beban sejarah, kalangan islam menganggap belum selesai, kalangan sosialis-komunis merasakan hal yang sama, masih beruntung nasionalisme Indonesia dijaga militer dengan jargon "NKRI harga mati" yang menjadi mitra utama kaum nasionalis menjaga kebangsaaa Indonesia, tetapi jika nasionalisme seperti tidak mendatangkan kesejahteraan dan keadilan (rasa adil bagi kelompok), lambat laun akan bergejolak juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun