Mohon tunggu...
grace purwo nugroho
grace purwo nugroho Mohon Tunggu... advokat -

penggiat sosial dan politik. Lampung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengakhiri Dilema Bangsa

10 Mei 2019   18:40 Diperbarui: 10 Mei 2019   19:01 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tetapi ditengah keresahan belakangan ini akibat isu-isu identitas (agama terutama), pancasila menjadi konsep yang paling sering dibicarakan untuk dibahas, karena memang pancasila sejak di deklarasi menjadi dasar negara belum sempat dibahas secara intens. Pada  masa pemerintahan Presiden Soekarno sebagai pencetus konsep pancasila,  justru ide ini masih dibolak --balik menjadi tri sila dan eka sila, belum lagi gangguan belanda yang mencoba membelah negara menjadi negara federasi, yang kemudian di ambil alih Soekarno dengan melakukan dekrit presiden kembali ke negara kesatuan, dan dimulailah demokrasi terpimpin ala Soekarno sampai kejatuhannya, demikian juga pada masa orde baru. 

Melihat Pancasila dalam public sekarang tidak bisa dilakukan dengan dikte penguasa ke rakyatnya, tetapi mesti mengembalikan pancasila dikancah oleh semua golongan untuk didalami, dikritisi dan disempurnakan sehingga mencapai level diterima semua pihak. Baru disitulah kita setidaknya sedikit move on dari masa lalu dan siap menjadi melanjutkan agenda nasional, sambil melakukan klarifikasi sejarah kepada semua elemen bangsa, dan kemudian mendorong kebangkitan nasionalisme ke II (dua) bangsa Indonesia, jika tidak maka bisa jadi ketegangan ini akan terus menerus.

Mendorong kebangkitan kembali nasionalisme, mensyaratkan kesejarahan bangsa yang sudah selesai dipahami bersama oleh semua elemen pendukungnya karena nasionalisme adalah sebuah tanda solidaritas rakyatnya.  Secara teoritik nasionalisme terbagi dalam banyak jenis, nasionalisme etnisitas dan agama ini yang paling popupler sering disebut negara suku bangsa atau negara dengan standar agama.  Tetapi nasionalisme dalam era global, yang nasionalismenya terbentuk  dalam sebuah konsep kesamaan nasib terutama dinegara-negara yang pernah mengalami masa kolonialisme. 

Nasionalisme yang yang dilandasi oleh kesamaan nasib menghendaki adanya persatuan, solidaritas, kesetaraan dan penghormatan satu sama lain, sehingga tidak ada dalam membentuk negara nasionalis satu kelompok merasa tidak adil, tidak setara dll, yang akhirnya menimbulkan persoalan dalam persatuan itu sendiri.

 Indonesia  secara ideologis digagas sejak dalam konsep  nasionalisme kewargaan dengan semangat adanya kesamaan nasib, dan membentuk negara untuk menjadi pelindung dan pengelola berbagai macam jenis agama, budaya, suku bangsa.  Nasionalisme model ini dikenal sebagai nasionalisme yang dikonsepkan, sehingga membangun kesadarannya butuh proses yang panjang sehingga bisa diterima oleh semua pihak.

Indonesia yang mengklaim diri sebagai negara nasionalis, lebih tepat dikategorikansebagai  nasionalisme yang dirumuskan menjadi nilai-nilai persatuan, solidaritas dan kesamaaan nasib, tujuan kehidupan yang semuanya dioperasionalkan dalam proses yang demokratis, sehingga demokratisasi menjadi kunci nasionalisme Indonesia. 

Demokratisasi yang masih memberi catatan ada  kelompok jangan ikut atau yang boleh ikut dalam daftar demokrasi baik dalam bentuk  ideology dan golongan, maka kebangkitan nasionalisme dengan demokrasi sebagai alat,  belum mencapai konsep apa yang digagas sejak awal proklamasi. Pun didorong menjadi nasionalisme dengan basic agama, suku bangsa, maupun sejarah romatisme jaman feodal (kerajaan), 

Indonesia sudah demikian plural karena proses akulturasi dan asimilasi bersilang antara budaya, suku bangsa dan agama, sehingga identifikasi diri menjadi sulit. Nasionalisme yang pada akhirnya menaruh sumpah setia kepada negara yang dibentuk, mensyarakatkan proses pembaharuan secara terus menerus keterlibatan semua pihak dalam setiap dinamika negara secara demokratis.

Nasionalisme Indonesia sejak awal memang kaya di sumber dan konsep hingga proklamasi di ucapkan, tetapi ketika sudah merdeka mestinya agenda melakukan internalisasi konsep nasionalisme kepada seluruh elemen bangsa tidak berjalan dengan baik, karena sejak pemilu 1955 polarisasi kehidupan sosial politik masih tercermin hingga sekarang.

Nasional membutuhkan negara yang kuat di dalam dan diluar, dan kekuatan militer juga menjadi penjaga garda nasionalisme. Problem tambahannya adalah teknologi informasi dan arus ide-ide transnasional baik dalam perspektif agama, liberalisme juga menjadi hambatan untuk menyelesaiakan nasionalisme Indonesia.

Menjadi sebuah tantangan untuk menjawab kembali kebutuhan bangsa Indonesia ke depan, bukan kebutuhan kelompok semata, dan setiap kelompok bersedia mengembangkan wacana plus-minus gagasan kelompoknya (agama dll) dan menjadikan pijakan untuk restorasi gagasan nasionalisme baru. Karena bangsa atau negara yang maju dan berpengaruhi di dunia adalah bangsa yang mampu menyelesaikan dirinya sendiri bersama rakyatnya, apapun ideologinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun