> "Fly... kamu pernah ngerasa kayak diawasin, nggak?"
"Hah? Maksud kamu?"
"Akhir-akhir ini, setiap malam aku dapet telepon dari nomor nggak dikenal. Kadang cuma diem, kadang suaranya aneh banget... kayak orang yang kenal aku."
Malam itu, aku (Flynee Siena) denger suara Elyn Theodore pelan-pelan di ujung telepon.
Dia ngomongnya gemetar, kadang berhenti buat tarik napas panjang.
Aku pikir dia cuma halu gara-gara stres sekolah. Tapi malam itu jadi awal dari semua hal aneh yang nggak bisa aku lupain seumur hidup.
---
Awalnya cuma telepon malam.
Nomornya beda-beda, tapi suaranya sama. Laki-laki. Lembut tapi nyeremin.
> "Kamu masih inget yang di bawah tangga, Sayang?"
"Siapa ini?"
"Jangan pura-pura lupa, kamu juga bagian dari mereka."
Elyn panik. Dia cerita ke orang tuanya --- tapi mereka malah marah.
> "Udah, jangan drama. Jangan angkat kalau nomornya nggak dikenal!"
Dia coba cerita ke pacarnya, Rashaka Langit, tapi cowok itu juga nggak peduli.
> "Sayang, udahlah. Orang kayak gitu banyak. Paling penipu atau penguntit. Jangan difikirin."
Cuma aku yang bener-bener dengerin dia.
Akhirnya aku bilang,
> "Yaudah, besok aku nginep di rumah kamu. Sekalian biar aku denger juga tuh suara penelfon."
---
Rumah Elyn besar dan sunyi. Gorden tebal, foto keluarga besar terpajang di dinding.
Tapi yang aneh --- di salah satu foto, ada bagian wajah yang disobek.
Aku sempet tanya,
> "Elyn, kenapa ini disobek?"
Dia diem sebentar, lalu bilang, "Papa nggak suka ngomongin masa lalu."
Jam menunjukkan 00:37.
Telepon itu bunyi. Lagi.
Nomor baru, tapi suaranya sama.
> "Kamu sendirian?"
"Siapa kamu sebenernya?! Mau apa?!"
"Kamu tau terlalu banyak, Elyn."
Tiba-tiba listrik padam.
Aku cuma bisa manggil,
> "Elyn?! ELYN?! Jangan diem aja!"
Suara langkah kaki dari dapur. Lalu bunyi kaca retak dari arah jendela.
Dan suara yang sama... bisik di telingaku,
> "Giliran kamu berikutnya."
---
Besok paginya, Elyn ditemukan di halaman belakang, bersimbah darah.
Orang-orang bilang dia jatuh dari lantai dua, tapi dokter bilang lukanya aneh --- terlalu dalam buat sekadar jatuh.
Dia koma.
Selama Elyn koma, Rashaka jarang nengok.
Aku yang tiap hari jagain.
Suatu malam, waktu aku ketiduran di kursi rumah sakit, aku denger dia bicara pelan-pelan.
> "Fly... jangan percaya siapa pun... di rumahku... bawah tangga..."
Lalu detak monitornya naik cepat.
Aku panik manggil suster, tapi setelah itu Elyn nggak pernah bangun lagi.
Dan... dia dinyatakan meninggal.
Cuma... yang bikin aku aneh, petinya ditutup rapat.
Nggak ada yang dikasih lihat wajahnya.
Katanya "lukanya parah". Tapi aku tau... sesuatu disembunyikan.
---
Tiga hari setelah pemakaman, aku mimpi.
Elyn berdiri di depan jendela kamarku. Mukanya pucat, tapi matanya tajam.
> "Fly, aku masih hidup. Tolong aku."
"Kamu... kamu dimana?!"
"Cari di bawah tangga rumahku. Jangan percaya siapa pun, bahkan Rashaka."
Aku kebangun dengan napas berat.
Dan di HP-ku, ada satu pesan dari nomor nggak dikenal:
> "Jangan percaya mereka."
Aku langsung nekat ke rumah Elyn malam itu juga.
Rumahnya kosong. Tapi jendela kamar di lantai dua kebuka sedikit, tirainya bergerak pelan-pelan kena angin.
Suara anjing menggonggong di kejauhan.
Aku nyalain senter, nyorot ke bawah tangga --- dan nemu papan kayu baru yang kayaknya dipaku ulang.
Aku buka pake pisau dapur yang aku ambil di sana.
Dan... ada handphone rusak di dalamnya.
Pas dinyalain, ada satu video.
Aku play.
Dan hampir muntah waktu liat isinya.
> "Kalau ini bocor, nama keluarga kita hancur. Sembunyikan dia!"
"Papa... tolong jangan--- aku nggak bakal cerita ke siapa pun..."
Itu suara Elyn.
Dia masih hidup. Diikat. Nangis.
Dan di belakangnya... aku lihat sekilas bayangan orang --- Rashaka.
---
Aku langsung telepon Rashaka.
> "Kamu harus denger ini, Saka! Aku nemuin video Elyn! Dia masih hidup!"
(hening cukup lama)
"Kamu nemuin di mana?"
"Di bawah tangga rumahnya."
"Fly... hapus videonya."
"APA?!"
"Hapus. Kamu nggak ngerti. Ini buat kebaikan semua orang."
"Jadi kamu tau?! Kamu tau dari dulu?!"
"Aku... disuruh diem. Keluarganya Elyn bayar aku. Mereka cuma mau nutup aib masa lalu."
Aku nggak bisa napas.
> "Aib apaan, Saka?!"
"Keluarganya Elyn... pernah bunuh seseorang. Dan Elyn denger semuanya waktu kecil. Mereka takut rahasia itu kebongkar. Jadi mereka... nyembunyiin dia."
> "Dan kamu ikut nutupin?!"
"Aku sayang sama dia, Fly! Tapi kalau aku nolak, mereka bakal bunuh aku juga!"
Aku cuma bisa nangis,
> "Kamu pengecut, Saka."
Telepon langsung kututup.
Besoknya aku langsung ke kantor polisi.
> "Pak, ini bukti. Temen saya nggak mati, dia disembunyiin keluarganya sendiri."
Tapi begitu aku buka tas, HP-nya hilang.
Petugas cuma ngeliatin aku datar.
> "Kamu yakin nggak salah lihat, Nak?"
"SAYA YAKIN!"
Aku pulang dengan perasaan hancur.
Malam itu, pas aku masuk kamar, aku ngerasa hawa dingin banget.
Gorden di jendela bergerak, padahal nggak ada angin.
> "Fly..."
Aku ngerasa tenggorokanku kering.
> "Elyn...?"
Bayangan di jendela pelan-pelan berubah jadi sosok perempuan berambut panjang, matanya merah, pakai baju yang sama kayak di video.
> "Kamu udah tau semuanya... sekarang bantu aku."
"B-bagaimana?"
"Ke ruang bawah rumahku... lantai paling bawah. Di situ mereka nyimpen semuanya..."
---
Fly akhirnya balik lagi ke rumah Elyn, nyari ruang bawah tanah yang dimaksud.
Di sana dia nemuin koper besar berisi baju berdarah, surat ancaman, dan dompet laki-laki bernama Yuda Rahman --- orang yang dulu "hilang" 10 tahun lalu di daerah itu.
Keluarga Elyn ternyata pernah nabrak orang dan ngebuang mayatnya biar gak kena kasus.
Elyn kecil denger semuanya. Dan waktu dia remaja, penipu yang nelpon itu ternyata mantan karyawan keluarga mereka yang tau rahasia itu juga.
Tapi mereka malah nyalahin Elyn.
Disiksa, disembunyiin, sampai semua orang percaya dia bunuh diri.
Dan Rashaka?
Dia yang bantu mindahin Elyn malam itu, nyerahin ke orang tuanya.
Sampai sekarang, nggak ada yang tau Elyn dimana.
Tapi jendela kamar Fly selalu kebuka setiap jam dua pagi.
Kadang cuma angin,
kadang... ada suara pelan dari luar.
> "Terima kasih udah nyari aku, Fly. Tapi belum selesai..."
--
INI HANYA FIKSI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI