Lebih lanjut, ditegaskannya bahwa, sebagai kekuatan ideologi, radikalisme bisa melintasi ruang apa saja, dan memungkinkan semua orang berpotensi untuk terpapar.
Oleh karena itu amat diperlukan filter yang dapat menyaring penetrasi ideologi Radikalisme itu melalui tata nilai dan prinsip moral yang dilandasi oleh ajaran agama dari masing-masing pemeluk agama di Indonesia.
Berdasarkan  pengalaman dan kenyataan hidup, terungkap bahwa,  salah satu sumber utama dari penyebaran dan penguatan gerakan radikalisme dan ekstremisme, bersumber dari penyebaran ideologi dengan basis pemahaman ajaran agama secara eksklusif.
Bahwa dengan itu, lalu penyebaran Ideologi Radikalisme dan Intoleransi  dimaksud menggunakan media sosial, maka hal  itu adalah merupakan suatu keniscayaan yang realistis.
Akan tetapi,  harus pula  tetap diakui  bahwa,  dunia maya bukanlah satu-satunya pintu masuk proses  ideologisasi untuk radikalisme dan intoleransi.
Dikatakan demikian karena, paling tidak,  masih ada faktor dan variabel lain yang sangat signifikan untuk menyebarkan Ideologi Radikalisme dan Intoleransi yaitu, Dunia Pendidikan yang dibiarkan terbuka lebar untuk dirasuki  oleh Ideologi Radikalisme dan Intoleransi dimaksud.
Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa, dunia pendidikan di Indonesia, mulai dari tingkat Pendidikan Dasar sampai ke Perguruan Tinggi telah  dimasuki dan dirasuki oleh Ideologi Radikalisme dan Intoleransi.
 Untuk tingkat pendidikan dasar, bahkan Ideologi Radikalisme dan Intoleransi justeru sudah ditanam  dan dijejali sejak usia PAUD (Pendidikan Anak  Usia Dini); suatu paradoks dalam dunia pendidikan yang amat memprihatinkan.
Terkait dengan hal itu, publik di Tanah Air tentu masih ingat  peristiwa karnaval dalam rangka peringatan 17 Agustus 2018, dimana anak-anak sekolah  PAUD dan TK  menggunakan simbol-simbol ISIS dan Radikalisme di Jawa Timur, tepatnya di kota  Probolinggo.
Gambaran situasi Radikalisme  di Probolinggo ini hanyalah merupakan fenomena gunung es, yang jika dibiarkan berlalu begitu saja, maka sacara perlahan tetapi pasti, generasi  negeri  ini pada saatnya akan sama nasibnya seperti beberapa negara di Timur Tengah yang ujung-ujungnya  seperti ISIS sebagai  memori kelam yang amat mengerikan  bagi publik dunia pada umumnya.
Tidak hanya dalam dunia pendidikan, penetrasi Ideologi Radikalisme dan Intoleransi di negeri ini juga sudah merambah ke wilayah ASN (Aparat Sipil Negara). Padahal ASN ini adalah Abdi Negara yang keseharian hidup dan masa depannya ditanggung dan dilindungi oleh Negara, tetapi bersikap tega dan tanpa malu menolak Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.