Oleh karena itu, Radikalisme dalam bentuknya yang paling ekstrim merupakan tindakan nyata  yang dalam kasat mata disebut sebagai Terorisme.
 Dan cikal bakal tumbuhnya benih terorisme dimulai dari sikap intoleransi yang kemudian bermuara kepada Radikalisme yang pada akhirnya menemukan manifestasnya yang amat mematikan hidup dan kehidupan di dalam Gerakan  Terorisme.
Dalam pandangan dunia intelijen, Terorisme selalu inherent dengan tindakan yang disebut sebagai Violensianisme.
Terkait dengan diksi tersebut di atas, Aloys Budi Purmono (2005), mengatakan bahwa, Violensianisme merupakan aksi yang mengedepankan kekerasan, kedasyatan-destruktif dan agresivitas eksklusif dan menjadi ancaman bagi bangsa dan negara. Dan oleh karena itu, terorisme yang terjadi di seluruh dunia telah menegaskan  kenyataan itu.
Violensianisme merupakan aksi yang menekankan perbuatan kekerasan, serangan, keganasan, kebengisan dan penganiayaan masal  terhadap  warga sipil..
Manifestasi dari Gerakan Radikalisme dalam bentuk Terorisme seperti peledakan bom di berbagai tempat di belahan dunia ini, tidak terkecuali di Indonesia, mengindikasikan sebuah  gerakan yang dirasuki oleh  "roh" Violensianisme itu sendiri.
Mepertegas  hal tersebut di atas, dimana Violensianisme sebagai "roh" dari Gerakan Radikalisme, maka John Galtung dalam Violence, Pease,  and Peace Research (1969),  mengetengahkan ciri Violensianisme dalam empat kualitas.
Pertama, Violensianisme merupakan paksaan atau kekerasan, upaya paksa yang terdeterminasi pada sasaran akhir yang melawan kehendak orang lain. Â
Kedua, Violensianisme berciri indiveren, beraksi tanpa pengendalian atau sikap berlebihan dan tidak perduli terhadap hak orang lain.
Ketiga, Violensianisme tampak dalam aksi dan aktivitas ekstrem yang sekonyong-konyong, tak diharapkan, dari suatu kodrat yang kejam, membahayakan atau merugikan.
Keempat, Violensianisme mengedepankan ketakutan sebagai manifestasi kekerasan dengan sugesti yang hendak ditanamkan oleh pelaku kejahatan.