"Namanya William. Jangan panggil Cowok Coklat lagi ya. Lucu banget, tau! Ini fotonya," kata Keira sambil menunjukkan foto pacar barunya yang ada di ponselnya.
"Iya, iya," kataku.
"Dia hobi berpetualang. Lihat ini foto-fotonya saat dia ikut mendaki gunung. Cakep kan?" pamer Keira.
"Hmmm.... Iya, cakep!" kataku.
Cowok Coklat itu memang cakep. Dia kakak kelas Keira. Kalau melihat dari wajahnya, sepertinya dia orang baik. Tapi, kita tidak bisa menilai orang hanya dari tampangnya, kan? Cakep belum tentu hatinya juga cakep, kan? Tapi, semoga saja Cowok Coklat itu baik.
Huft.... Keira jadian sama seseorang. Aku bisa apa? Aku memang diam-diam menyukai Keira. Tapi aku tidak seberani cowok itu untuk menyatakan perasaanku. Yang bisa aku lakukan hanyalah selalu berusaha ada untuk Keira. Saat dia butuh teman curhat, aku akan menyediakan telingaku untuk mendengarnya. Terkadang aku juga memberi beberapa saran bila diperlukan.
Dua minggu berlalu. Keira nampak sangat bahagia. Sejak jadian dengan Cowok Coklat itu ia selalu asyik dengan ponselnya. Chattingan. Aku merasa terabaikan. Aku cemburu dan iri saat melihatnya tertawa dan tersenyum sendiri sambil memegang ponselnya. Cemburu. Iri. Tanda aku tak mampu.
Kedekatan Keira dan si Cowok Coklat membuatku penasaran. Apa yang membuat Keira jatuh hati? Aku mencoba mencari tahu segala hal tentang pacar Keira itu. Siapa tahu aku menemukan celanya. Jika iya, habislah dia!
Dugaanku benar. Aku menemukan dosa si Cowok Coklat. Yes! Tamat riwayatnya! Aku mendengar pembicaraan si Cowok Coklat di sekolah.
"Beib, kamu lagi di mana?" tanya si Cowok Coklat entah pada siapa saat ia sedang menelepon.
"Sekarang aku masih kerja kelompok, nih! Kita ketemuan sebentar lagi ya. Kutunggu di depan perpustakaan," lanjutnya lagi.