Mohon tunggu...
Giovani Walewawan
Giovani Walewawan Mohon Tunggu... Seniman - Seorang penjelajah yang merasa tersesat di jalan yang benar

Ad Infinitum

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ribu Tanya

10 Agustus 2019   13:28 Diperbarui: 13 Agustus 2020   20:03 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Subham Dash from Pexels

Percayalah, sebelumnya di sini langit mendung 

Gerak awan tak mengizinkan jingga untuk terkandung 

Dengan patahnya layar-layar limbung 

Nampak raut nelayan yang semakin bingung 

Anaknya harus sekolah lalu menjadi manusia 

Manusia serupa Ilahi yang tak sempurna 

Pemikul beban dosa dari Adam dan Hawa 

Pendosa yang menghayal surga 

Tapi Tuhan tidak bekerja di kantor 

Tuhan tidak menjadi Bupati

Tuhan bukan tuan 

Tuhan bukan jabatan, ibu 

Tuhan ada dimana-mana, ibu

 Untuk apa kau menjadi Tuhan? 

Itu tak perlu 

Kau harus menjadi manusia, seutuhnya manusia 

Berguna adalah makna dan di bumi haruslah menderita 

Jikalau harus bernasib buruk adalah pasrah 

Maka, Ibu, aku ingin menyaksikan alam sekali lagi yang tanpa murka, meluka, dan duka, 

Ibu, aku ingin menangis sekali lagi ketika merasakan hangat peluk pertama 

Ibu, andai aku bisa memilih sungguh, aku ingin menetap saja pada rahim kudusmu 

Sebelumnya kita merayap, merangkak, lalu bebas bergerak-gerak 

Ke mana saja kita ingini, mari pergi 

Setiap kita mempunyai kaki 

Setiap kita yang perempuan atau laki-laki 

Kita yang terlahir dari rahim-rahim senja hari ini 

Menjadi guna apa untuk ribu-juta butir pasir yang tak terhingga 

Hingga tiba saatnya: 

dimana rapuh dan tak lagi tersentuh 

dimana rupa tak lagi bertemu 

dimana tua kian melupa 

dimana apa tak lagi bermakna 

Hingga tiba saatnya, dalam langkah-langkah menuju pintu bergerbang indah hanya sebagian air mata memberi salam terakhir 

Hingga tiba saatnya, dari bianglala tak lagi berwarna 

Hingga tiba saatnya ada jawaban dari beribu-juta tanya.

Langgur, 10 Agustus 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun