Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Startup, Kill Zone, dan Konsep Antitrust

4 November 2019   00:56 Diperbarui: 19 April 2022   01:11 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pawns oleh Ylanite Koppens - Foto: pixabay.com

Google baru saja mengakuisisi Fitbit, sebuah perusahaan rintisan fitness tracker di U.S. Google menggelontorkan 2,1 miliar USD (sekitar 23 triliun IDR). 

Didirikan sejak 2007, Fitbit menjadi salah satu perusahaan besar di bidangnya selain Garmin dan Jawbone. Sedangkan Google masuk ke ranah fitness tracking baru sekitar tahun 2014. 

Di ranah ini Google hanya menyemat OS atau operating system saja. Namun tidak dengan fitness tracker berupa smartwatch. OS khusus Google pada smartwatch ini diberi nama Wear OS. Sampai saat ini berjalan di beberapa smartwatch seperti; Huawei, LG, Mobvoi, dan Fossil. 

Dibawah induk perusahaan Alphabet, akuisisi Fitbit menjadi salah satu yang termahal. Pada Juni 2019, Alphabet juga telah membeli Looker, sebuah platform pengolahan big data, seharga 2,6 miliar USD. 

Strategi merger and acquisition (M&A) Google, dibawah Alphabet, kini berisi 230 perusahaan rintisan dan layanan.

Facebook pun besar dan berkuasa karena model M&A ini. Setidaknya sudah ada 79 perusahaan dan layanan yang dibeli Facebook. Dengan perusahaan rintisan yang sudah populer juga dibeli Facebook. 

Antara lain Instagram di 2012 (1 miliar USD) dan WhatsApp di 2014 (19 miliar USD). Dengan nilai M&A beberapa layanan tidak diumumkan ke publik.

Strategi M&A gaya Amazon pun cukup signifikan. Amazon Web Service (AWS) mendapat share terbesar penyedia layanan infrastruktur internet, yaitu 33%. Dengan Microsoft 13% saja, dan Google cukup dengan 5%. 

Pembelian populer Amazon adalah saat membeli Goodreads tahun 2013 sebesar 1 juta USD. Dan tahun lalu, Amazon membeli cukup mahal layanan dan alat pemindai keamanan Ring seharga 839 juta USD.

Jika sebuah perusahaan rintisan (startup) dijadikan bagian dari Google, Facebook, atau Amazon tentu menyenangkan. Selain mendapatkan privilege dipayungi nama besar dan pasar global. Cita-cita dari ideation sampai scale-up menjadi kenyataan. Startup bisa tumbuh sesuai konsep yang diinginkan.

Walau pada kenyataannya banyak juga startup yang masuk ke dalam kill zone. Kill zone bisa diartikan mematikan pesaing dengan melihat potensi lalu mengakuisisi. Strategi lainnya, perusahaan tekno besar menyalin fitur, layanan, atau akses startup karena minim anggaran. 

Para venture capitalist perusahaan rintisan cukup was-was mengamati kill zone. Karena jika startup mereka akan diakuisisi perusahaan tekno besar. Mereka bisa saja menawar rendah startup. Jika tidak, maka akibatnya akses pada infrastruktur dan akses digital dibatasi. 

Beberapa contoh M&A bermaksud menjegal rival perusahaan besar tekno sering terjadi. Pembelian startup TBH pesaing Instagram oleh Facebook jarang terdengar publik. 

Ada juga aplikasi VPN Onavo yang diduga merupakan spyware oleh iOS. Dan meredupnya produk VR Oculus Rift yang dibeli Facebook 2014 lalu.

Google pun mematikan produk/layanan setelah model M&A dilakukan. Beberapa startup yang telah masuk dalam daftar Google Graveyard antara lain: BumpTop, Fix Cloud, Rebang (khusus Tiongkok), Fabric, Tez (khusus India), dll. 

Walau dalam list ini, banyak juga produk Google yang akhirnya karam seperti G+ dan Goggles.

Raksasa retail Amazon pun melakukan sepertinya M&A ala kill zone. Layanan perbelanjaan Quidsi yang dibeli 545 juta USD tahun 2010. Ditutup Amazon di tahun 2017. Nasib serupa dialami Endless.com (2012) dan kemudian dengan Myhabit.com (2016). 

Dengan hanya beberapa perusahaan teknologi besar menguasai infrastruktur, layanan, dan perlindungan. Bisa dipastikan akan terjadi monopoli atau konsep antitrust. 

Dimana konsumen akan menjadi tergantung pada mereka. Perubahan tarif, layanan, dan akses pun diacu dan dikembalikan pada kuasa mereka sebagai penguasa pasar.

Konsentrasi ekonomi besar perusahaan tekno besar ini juga mengakumulasi kekuatan politik. Contohnya saja, keputusan Facebook tidak melarang iklan kampanye politik di platform-nya. 

Walau manuver Facebook ini ditentang senat dan anggota parlemen U.S. Karena dianggap menciptakan propaganda disinformasi serupa Pemilu 2016 lalu. 

Uni Eropa kewalahan menerapkan aturan seperti GDPR yang tidak berdampak signifikan. Denda 1,5 miliar EUR oleh parlemen Uni Eropa pada praktek antitrust AdSense memakan waktu 10 tahun lebih untuk diselesaikan. Sedang denda miliaran tersebut hanya sepersekian income Google dalam rentang waktu 10 tahun.

Amazon memiliki pasar dan kekuatan ekonomi besar di U.S. Hal ini memicu predatory pricing atau permainan harga untuk menjegal harga kompetitor. 

Padahal di tahun 2017, Amazon menguasai 46% share e-commerce di U.S. Maka yang terjadi, Amazon menguasai pasar bukan pemerintah U.S. Atau secara global monopoli AWS dalam layanan cloud-computing misalnya. 

Ketar-ketir startup saat scaling-up atau melebarkan jangkauan dibayangi kuasa perusahaan besar. Sedang para investor tidak bisa berbuat banyak. Dan mereka mungkin mencari aman dengan menanti safety return dari modal yang ditanamkan. 

Pemerintah dalam hal ini belum banyak mengatur kill zone yang efek dominonya adalah monopoli.

Konsep antitrust atau monopoli dagang bukan hal yang baru dalam ekonomi. Begitupun fenomena bangkit dan jatuhnya perusahaan rintisan. Namun dunia teknologi yang kini dikuasai segelintir perusahaan besar. Maka akan ada negara di atas negara.

Kill zone dari startup yang telah dan sedang terjadi menjadi fenomena gunung es. Karena konsentrasi ekonomi dan politik Google, Facebook, dan Amazon kini sulit dihindari. Atau karena kita begitu tergantung dengan mereka? 

Salam,
Wonogiri, 04 November 2019
12:51 am

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun