Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Startup, Kill Zone, dan Konsep Antitrust

4 November 2019   00:56 Diperbarui: 19 April 2022   01:11 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pawns oleh Ylanite Koppens - Foto: pixabay.com

Para venture capitalist perusahaan rintisan cukup was-was mengamati kill zone. Karena jika startup mereka akan diakuisisi perusahaan tekno besar. Mereka bisa saja menawar rendah startup. Jika tidak, maka akibatnya akses pada infrastruktur dan akses digital dibatasi. 

Beberapa contoh M&A bermaksud menjegal rival perusahaan besar tekno sering terjadi. Pembelian startup TBH pesaing Instagram oleh Facebook jarang terdengar publik. 

Ada juga aplikasi VPN Onavo yang diduga merupakan spyware oleh iOS. Dan meredupnya produk VR Oculus Rift yang dibeli Facebook 2014 lalu.

Google pun mematikan produk/layanan setelah model M&A dilakukan. Beberapa startup yang telah masuk dalam daftar Google Graveyard antara lain: BumpTop, Fix Cloud, Rebang (khusus Tiongkok), Fabric, Tez (khusus India), dll. 

Walau dalam list ini, banyak juga produk Google yang akhirnya karam seperti G+ dan Goggles.

Raksasa retail Amazon pun melakukan sepertinya M&A ala kill zone. Layanan perbelanjaan Quidsi yang dibeli 545 juta USD tahun 2010. Ditutup Amazon di tahun 2017. Nasib serupa dialami Endless.com (2012) dan kemudian dengan Myhabit.com (2016). 

Dengan hanya beberapa perusahaan teknologi besar menguasai infrastruktur, layanan, dan perlindungan. Bisa dipastikan akan terjadi monopoli atau konsep antitrust. 

Dimana konsumen akan menjadi tergantung pada mereka. Perubahan tarif, layanan, dan akses pun diacu dan dikembalikan pada kuasa mereka sebagai penguasa pasar.

Konsentrasi ekonomi besar perusahaan tekno besar ini juga mengakumulasi kekuatan politik. Contohnya saja, keputusan Facebook tidak melarang iklan kampanye politik di platform-nya. 

Walau manuver Facebook ini ditentang senat dan anggota parlemen U.S. Karena dianggap menciptakan propaganda disinformasi serupa Pemilu 2016 lalu. 

Uni Eropa kewalahan menerapkan aturan seperti GDPR yang tidak berdampak signifikan. Denda 1,5 miliar EUR oleh parlemen Uni Eropa pada praktek antitrust AdSense memakan waktu 10 tahun lebih untuk diselesaikan. Sedang denda miliaran tersebut hanya sepersekian income Google dalam rentang waktu 10 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun