Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Foto dan Video yang Melemahkan Daya Ingat

7 Maret 2019   17:29 Diperbarui: 7 Maret 2019   22:52 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Scenery oleh PhotoMIX Ltd. - Foto: pexels.com

"... taking photos to share involves the prospect of being evaluated or judged by others, increasing self-presentational concern." Alixandra Barasch, peneliti New York University

Barasch dari NYU, melakukan sebuah studi di 2018 tentang persepsi diri pada foto yang telah dibagi. Studi ini mengungkap bahwa berbagi foto diri mengubah diri menjadi pihak ketiga. Foto kita dinilai bukan oleh apa yang kita persepsikan.

Dengan kata lain, representasi diri kita adalah soal justifikasi orang lain. Hal ini meningkatkan kecemasan pada representasi diri. Dan pada akhirnya mencerabut rasa keterlibatan dan kebahagiaan kita dengan momentum foto tersebut.

Realitasnya, kita akan merasa cemas jika foto piknik kita tidak ada yang me-like, komen atau share. Kita risau soal filter dan caption foto piknik apa sudah bagus dan catchy. Atau galau memilih foto terbaik saat piknik untuk di-share dari ratusan foto yang ada.

"That those less willing to think analytically are more prone toheavy Smartphone search engine use suggests that people maybe prone to look up information that they actually know or couldeasily learn," Nathaniel Barr, peneliti di University of Waterloo

Mungkin fenomena 'smartphone yang lebih smart' dari pemiliknya benar adanya. Mengurangi beban kognitif kini menjadi tugas (utama) ponsel. Dalam sebuah studi oleh Nathaniel Barr, dkk di 2015 mengkonklusi pernyataan. Bahwa tugas berpikir analitis kita bergantung pada Google.

Studi dengan 208 partisipan mendapati hasil mengejutkan. Semua partisipan memiliki tendensi bergantung pada ponsel untuk menggantikan proses kognitif. Fenomena ini signifikan terjadi pada mereka yang sulit berpikir analitis dan lekat dengan ponsel mereka.

Jika berpikir analitis saja digantikan ponsel. Rasanya tak jauh berbeda dengan kemampuan kita mengingat. Karena kemampuan mengingat terkait dengan penggambaran kembali visual, citra, warna, sekaligus rasa dan karsa. Media digital berupa foto nampaknya bisa menggantikan itu semua.

Media digital ini tidak selamanya berdampak negatif. Karena keterbatasan durasi perhatian dan daya ingat seseorang berbeda-beda. Kadang ada orang yang mampu mengingat sebuah momen dengan baik. Namun tak sedikit yang mudah lupa dan terinterupsi perhatiannya.

Masih menurut riset Emma Templeton. Hasil risetnya juga menyimpulkan jika media digital juga membuat fokus pengalaman para partisipan lebih mendalam. Walau di waktu bersamaan, membuat mereka seperti 'out of the moment'.

Dengan kata lain, demi foto atau video yang bagus. Kita akan lebih fokus pada detail background, cahaya, sampai outfit dan gesture diri kita. Kita akan memperhatikan detail visual. Namun, kita akan kehilangan mengingat saat angin sepoi berhembus, kicauan burung, atau teriknya matahari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun