Mohon tunggu...
Gina Aprilliana Darmawan
Gina Aprilliana Darmawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Ini aku, riskan yang diam-diam merasuk sampai akar-akarmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Cerita Menjelang Fajar

22 September 2022   11:43 Diperbarui: 22 September 2022   11:58 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Azka terlihat sangat marah, matanya sangat tajam ia masuk dan langsung memukul Alanta, aku menangis menghentikan pukulan Azka. Aku mengambil laptopku lalu menarik Azka keluar.

Azka membawaku ke tempat rekreasi di tengah sawah disana cukup sunyi ada pagi hari, aku sudah tak mengingat presentasiku lagi rasa sakit ini adalah rasa sakit yang belum sempat pulih diwaktu lalu. Kenapa aku? Aku menangis sekencang-kencangnya, Azka hanya berdiri di sampingku dan sama sekali tak mau mengengok ke arahku. Aku malu pada Azka saat aku begitu membanggakan Alanta padanya, saat aku berkata aku akan bertanggungjawab dengan keputusanku.

Setelah sudah cukup tenang Azka membelikanku ice cream lalu mengajakku berfoto dengan keadaan mata yang bengkak. Setelah siang aku sama sekali tak mau makan, kita pergi ke sebuah caf yang tak jauh dari situ, Azka membelikanku kentang goreng dan segelas teh susu dingin.

Di semester akhir aku mengalami mental illness rasanya memang seperti orang tak waras aku bahkan melakukan konseling dengan psikolog dan psikiater, semua rasa perihku terakumulasi dan memuncak semenjak kepergian ayah. Sudah sebulan aku sama sekali tak keluar rumah, dan hari ini aku akan menceritakannya ke Azka. 

Di sebuah caf di tengah kota, sekitar pukul satu siang kami memesan dua lemon tea ice dan burger, perlahan aku menjelaskannya ke Azka, Azka mendengarkan dan dia sama sekali tak memberiku saran apa-apa.

"Yuk jalan-jalan" panggilnya

"Kemana?"

            "Ke salah satu tempat dimana ada kebebasan"

            Kami beranjak pergi dari caf itu. Kami memasuki sebuah kampung kecil dan banyak pepohonan dan tanaman sayuran motor Azka melaju kencang dan aku memeluk Azka sepanjang jalan. Langit mendung saat itu, kami tak banyak bercerita, duduk beralaskan rumput di sebuah bukit tinggi di pinggir kota, kami duduk berampingan diiringi lagu sayu.

Sangat tenang rasanya seperti ini, bahkan sepanjang perjalanan kami sudah bisa menikmati pemandangan desa yang asri aku bahkan tak ingat pulang. Aku bersandar dibahunya dan kami berdua membisu.

Sangat beda rasanya ketika ke tempat ini jika bersama orang lain, pasti hanya akan sibuk berselfiria. Hari itu sangat menenangkan untukku, bisa jauh dari bisingnya kota, menghirup udara segar dan tak memikirkan apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun