"Jadi... kue ini bisa bawa kita ke masa lalu?"
Angkasa masih menatap heran melihat setoples kastangel yang jadi tester itu. Di pusat perbelanjaan kota yang dipenuhi banyak orang, tanpa sengaja ia melewati salah satu toko kue yang harumnya membawa langkah kaki untuk masuk ke sana. Di dalam, seorang pria dengan kemeja putih panjang dan apron coklat langsung menyambut hangat dan menawarkan beberapa tester kue untuk dicoba.
Ada nastar, putri salju, kue kacang berbentuk bulan sabit, sagu keju, hingga menu yang paling spesial. Kastangel.
"Betul, Kak, kue kastangel ini memang sangat istimewa. Coba segigit, bisa bawa Kakak ke kenangan yang Kakak mau, salah satunya masa lalu."
Sambil menatap Kaila dan Arga, dua teman masa kuliahnya yang malam ini baru menyelesaikan agenda buka puasa bersama, Angkasa semakin penasaran dan mengambil kue dengan topping keju itu, lalu menggigitnya pelan hingga merasakan setiap rasa renyah, gurih, dan asin yang menyatu di lidah.
Enak. Sangat enak, malah. Tapi, tidak ada perubahan sama sekali yang diklaim sebagai kue pembawa kenangan.
Hingga di sepuluh detik setelahnya, Angkasa merasakan hal yang janggal. Sedikit pusing, disusul dengan kedua kaki yang semakin lemah. Ia jatuh ke permukaan lantai dengan rasa kantuk tak tertahankan. Mata terpejam, seakan kue tadi adalah obat bius yang seketika membuatnya tertidur.
***
Angkasa terbangun di permukaan yang nyaman dan empuk. Oh, ini tempat tidurnya ternyata. Tapi ketika dilihat lebih seksama, ini bukan kamar apartemen lantai 20-nya di pusat kota. Ini... kamar di kampung halamannya yang masih sangat sederhana.
Ia bangkit dan melangkah menelusuri setiap ruang yang ada di rumah minimalis itu, lalu mendapati seorang perempuan dengan daster motif bunga sedang sibuk mempersiapkan sesuatu di dapur. Ibunya.