"Hidup kerja keras seorang diri jauh lebih baik daripada mengharapkan bantuan yang nggak akan pernah datang. Mungkin, kamu terlalu muda untuk tahu sekarang. Tapi nanti, kamu akan paham semuanya."
Nyaris saja Angkasa menangis. Untungnya, oven berbunyi yang menandakan kue telah matang. Ia dan ibunya semangat membuka alat besar itu dengan hati-hati karena panas. Aroma kue kastangel yang punya rasa keju kuat itu benar-benar menari mengisi ruang dapur. Harum, dan tentunya menggoda.
Setelah memastikan kuenya aman dimakan, Angkasa menerima satu potong kastangel yang disuapi langsung oleh Ibunya. Ia memejamkan mata, merasakan seluruh rasanya yang langsung meleleh di lidah.
Dan, detik itu juga ia terjatuh di permukaan lantai dapur. Matanya terpejam seakan kue tadi adalah obat bius yang ampuh.
***
"Rasanya enak banget. Persis kayak yang pernah ibu saya bikin. Cobain deh, guys," kata Angkasa setelah menghabiskan dua potong kastangel.
Kaila dan Agra setuju bahwa kue ini memang sangat enak, meski sebenarnya terlalu berlebihan memberi label bisa membawa ke kenangan masa lalu sebagai bahan promosi. Tapi bagi Angkasa, kue ini benar-benar telah berhasil membawanya menjelajahi nostalgia.
"Jadi gimana, Kak, mau ambil berapa toples?"
"Hmm... kastangelnya 3 toples, kue kacang 1, sama nastar 1."
"Banyak banget. Buat siapa aja?" tanya Agra penasaran karena tahu kue sebanyak itu tak akan dihabiskan seorang diri oleh Angkasa di apartemennya.
Angkasa tersenyum, menjawab bahwa kue-kue ini akan dibawanya ke kampung nanti saat mudik. Dipikir-pikir, sudah lama juga ia tidak pulang ke sana. Mungkin sekitar dua tahun lamanya sejak ibunya meninggal. Sekarang hanya ada saudara-saudara jauhnya yang tinggal di sekitar sana.