Mohon tunggu...
gilang adikara
gilang adikara Mohon Tunggu... Akademisi -

Suka menulis, menggemari budaya populer. blog: gilangadikara.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Citra Positif Kunci Regenerasi Petani

13 Mei 2019   15:55 Diperbarui: 13 Mei 2019   16:24 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani bawang merah di Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat sedang menyiram tanaman bawang merah menggunakan boru (kompas.com)

Jika saya tak salah ingat, Soeharto adalah presiden terakhir yang masih cukup serius menjaga citra dan optimisme petani terlepas dari realitanya yang tak semanis wacana yang dibangun. Setelah itu Indonesia masuk ke era industri di mana sektor pengolahan dan manufaktur semakin menjadi primadona. Hal ini ditandai dengan bertumbuhnya sekolah-sekolah kejuruan yang secara spesifik didirikan untuk memasok sumber daya manusia ke sektor industri. Belakangan ini bahkan fokusnya mulai lebih spesifik mengarah ke industri kreatif dan digital.

Di satu sisi, pergeseran fokus ini tentu saja baik karena mengikuti perkembangan zaman. Namun wacana-wacana ini seakan mengesampingkan wacana di sektor pertanian. Jika tak percaya, silakan ingat-ingat kapan wacana pertanian muncul di media massa arus utama. 

Kalaupun wacana ini muncul, narasinya tak lepas dari kisah sulitnya hidup layak yang dialami para petani, sangat jarang yang mengupas sebaliknya. Narasi ini bahkan dieksploitasi begitu vulgar oleh para politikus. Mau tak mau kita terjebak pada pola pikir bahwa petani adalah masyarakat prasejahtera yang hidupnya serba susah.

Kondisi citra petani yang sudah lama dibiarkan memburuk membuat tantangan untuk memperbaikinya semakin besar. Dalam strategi komunikasi, lebih mudah membuat citra baru ketimbang memperbaiki citra yang keburu buruk.  

Memperbaiki Citra Petani

Persoalan citra ini menjadi penting untuk diperhatikan jika kita berniat menggenjot regenerasi petani. Kebijakan dan program yang diadakan saat ini sayangnya masih bersifat top down dengan memberikan pancingan agar para pemuda mau beralih profesi sebagai petani. Masalahnya, kebijakan top down seringkali tidak mampu memenuhi benar kebutuhan pemuda.

Bisa dipahami, dengan citra yang buruk metode ini yang paling praktis. Namun bila bicara regenerasi berkelanjutan, kebijakan bottom up yang seharusnya disasar. Kebijakan ini akan berangkat dari keinginan para petani muda sehingga pemerintah dapat memberikan fasilitas sesuai yang mereka butuhkan.

Untuk mengejar minat, maka citra positif harus dibangun. Pemerintah dan semua pemangku kepentingan harus mampu membangun narasi baru untuk membalikkan citra petani yang selama ini melekat. Tantangannya, mengubah citra bukan persoalan sepele yang bisa tuntas dalam satu-dua tahun ke depan. Perlu kontribusi besar. Kementan rasanya tak mungkin secara mandiri mengubah citra yang kadung melekat selama belasan tahun. 

Dukungan dari berbagai pihak mutlak dibutuhkan. Tak hanya dari pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan pelaksana program. Media massa sebagai amplifikator wacana memiliki peran yang tak kalah penting, begitu pula partisipasi masyarakat untuk turut andil menyebarkan semangat optimisme petani.

Untungnya, Indonesia punya tabungan citra positif di sektor pertanian. Sektor ini memiliki rekam jejak yang cukup baik dalam lima tahun terakhir. BPS mencatat ada tren positif peningkatan volume ekspor produk pertanian sebesar 4,8% per tahun pada periode 2014-2017. Tren ini juga berlanjut hingga 2018 yang membukukan 42,5 juta ton ekspor, meningkat 1,2 juta ton dari 2017. Sumbangan ekspor itu memang masih berasal dari perkebunan, namun ada optimisme bahwa petani berpeluang juga untuk andil.

Tak hanya itu minat bertani juga mulai muncul di kalangan pemuda seiring semakin terbukanya akses informasi terhadap teknologi baru pertanian. Gaya hidup organik juga menjadi peluang bagus bagi para petani modern. Hal ini didukung dengan semangat anak muda untuk bertani juga masih nampak di berbagai tempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun