Air laut berkecamuk dengan tenang.
Senja memprovokasi.
Angin berbisik bahwa kita mesti berlayar di perahu.
Kita siapa?
Perihal kita, aku dan sekadar keinginan pun kita.
Aku dan beberapa masa lampau pun kita.
Begitu pula rindu. Aku menikmati kita bersama ketiadaan yang akut.
Kita, bahasa asing seorang petualang.
Sebuah perahu compreng yang terombang-ambing pun tak butuh kita buat bersandar. Ia sendirian.
Lantas untuk apa kita, jika itu hanya kesinambungan kau dan aku yang tak pernah utuh.
Kita ibarat jarak yang kian beranjak.
Setelah lama tak bersua, kita bukan lagi tentang kau dan aku.
Entah di kota-kota dan di kata-kata mana kita bisa terpisah.
Tetapi perpisahan selalu menyediakan jalan baru.
Jalan menuju derita-derita yang tak kutemui sebelumnya.
(Gilde, 1 Mei 2020)