Pada awalnya terlihat wajar, sampai kita menemukan frasa 'perkawinan yang sah'.
Frasa 'perkawinan yang sah' yang dimaksud adalah sebuah perkawinan yang dianggap sah dan diakui oleh negara dan tercatat menurut peraturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Tapi nyatanya, berdasarkan Autralian Indonesia Partnership for Justice menyebutkan bahwa sebanyak 55 persen pasangan dari kalangan masyarakat miskin tidak mempunyai akta nikah.
Hal ini serupa dengan masyarakat adat yang kepercayaannya baru saja diakui oleh negara secara konstitusional beberapa tahun terakhir.
Pasal ini akan mengancam mereka yang tidak mempunyai akta nikah namun telah hidup bersama dalam bermasyarakat dan menikah secara sah dalam agama tapi tidak tercatat oleh negara berpotensi akan masuk bui.
7. Netizen yang 'Hina' Presiden Terancam Penjara
Dalam draf RKUHP ini juga terdapat "pasal lama" yang dikenbalikan, yakni pasal mengenai pidana penghinaan presiden yang tercantum di pasal 218, 219, 220, dan 224.
Pasal 218 ayat 1 berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV,"
Sedangkan ayat 2 berbunyi "Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri,".
Pasal 219 berbunyi "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV,".
Pasal 220 ayat 1 berbunyi "Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Ayat 2 berbunyi "Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilaksanakan oleh kuasa presiden atau wakil Presiden,".
Sedangkan Pasal 224 menyatakan, "setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV."