Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suyudono Utus Durna untuk Hasut Panglima, Hadiahnya Lebaran Kuda

8 Januari 2017   14:52 Diperbarui: 9 Januari 2017   06:38 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Alkisah di kesatrian Jangkar Bumi,Antareja sedang beristirahat. Setelah menyelesaikan berbagai peristiwa politik di Amarta, ia minta izin cuti pada istana. Meski merupakan salah satu panglima Amarta, ia masih manusia; butuh rekreasi dengan keluarga. Sang uwa Prabu Puntadewa pun maklum dan memberinya kelonggaran sementara. Alhasil, Antareja sukses berlibur bersama keluarga meski hanya di sekitar kesatrian saja.

Sayangnya, kedamaian Antareja tidak lama berlangsungnya. Ia terpaksa menerima tamu politik yang tak diundang: Begawan Durna beserta rombongannya. Setelah mempersilakan masuk dan menjamu sepantasnya, Antareja  bertanya.

"Apa gerangan yang menjadikanEyang berkunjung ke kediaman saya?"

"Ah, Eyang hanya ingin menengok cucu eyang yang perkasa. Eyang dengar belum lama ini cucunda Antarejaikut mengamankan wisuda Gatotkaca yang dijadikan raja di Pringgandani?"

"Benar Eyang."

"Itu masalahnya!"

"Masalah?"

"Iya. Antareja jelas lebih perkasa daripada Gatotkaca. Antareja juga lebih tua. Mengapa yang dijadikan raja oleh Bima justru Gatotkaca? Itu jelas tidak adil."

"Tapi, Eyang, rakyat Pringgandani yang menjunjung Dimas Gatotkaca sebagai raja. Ibu Arimbi ibukandung dinda Gatotkaca memang pewaris sah Pringgandani."

"Itu cerita bapakmu saja. Apa sih yang tidak bisa dilakukan bapakmu? Menjadikan Gatotkaca sebagai raja itu kemauan bapakmu karena lebih sayang pada adikmu. Ini tidak adil! Kamu juga berhak jadiraja. Kamu harus menuntut orangtuamu untuk menjadikanmu raja!" Sambil merapal mantera penghasutan, Durna terus membakar hati Antareja.

Mantera penghasutan yang dirapal Durna tidak main-main. Sukma angkara murka yang gentayangan di angkasa sontak tertarik ke bawah merasuk ke dalam jiwa Antareja. Sekejap kemudian terlihat mata Antareja mencorong kemerahan dan sisik-sisik tubuhnya mengkilap keemasan. Itu tanda kemarahannya bangkit. 

"Hmm.. Eyang benar. Ayah tidak adil. Tapi ayah didukung uwa Prabu Puntadewa dan paman-paman satriaPandawa," gumam Antareja dengan suara yang lain dari biasanya.

"O.. hal itu tidak perlu kaukhawatirkan. Pasukan Kurawa yang Eyang bawa lebih dari cukup untuk mengatasi pasukan Amarta dan prajurit-prajurit dari kesatrian!" Durna yang merasa hasutannya makbul tanpa ragu lagi segera menawarkan dukungan penuh.

"Baik, Eyang. Aku akanmenghadap Ayah sekarang!"

"Kau mau menemui ayahmu di mana Antareja?"

"Di kesatrian Jodipati,Eyang."

"Sekarang Pandawa dan para senapati sedang berkumpul di Amarta. Ayahmu tak ada di Jodipati."

"Baik, Eyang. Aku akan menemui ayah di Amarta. Ayah yang pilih kasih harus diberi pelajaran!" Setelah berkata dengan nada geram, Antareja segera ambles bumi menuju keraton Amarta.

Durna girang bukan kepalang. Segera diperintahkannya pasukan Kurawa menyusul ke Amarta. Sudah terbayang dibenaknya kegaduhan yang akan terjadi di Amarta yang memang jadi tujuannya.

Singkat cerita Antareja yang tengah diliputi kemarahan sampai di alun-alun Amarta. Semula kemunculannya dari dalam tanah hanya sedikit mengagetkan para penjaga. Karena satria putra Bima itu memang punya keistimewaan menembus dan berjalan di bawah tanah. Namun, kekagetan penjaga bertambah dan memuncak tatkala melihat sisik di badan Antareja yang berkilat-kilat dan kedua matanya yang menyala kemerahan. Segera salah satu penjaga berlari menuju istana untuk melaporkan hal tersebut.

Antareja seakan tak peduli dengan sekitarnya. Dibiarkannya prajurit penjaga yang kebingungan melihatnya. Antareja segera berteriak lantang," Bapa Werkudara, keluarlah. Anakmu akan meminta keadilan. Jangan jadi orangtua yang pilih kasih!"

Tak lama kemudian muncullah Bima alias Werkudara dari pintu istana diikuti satria Pandawa lain dan para putranya.

"Antareja, apa yang merasuki dirimu hingga bertindak di luar kesopanan pada orangtua?" tanya Bima menahan marah.

"Ayah tak usah banyak bicara.Aku ingin keadilan darimu. Adikku Gatotkaca dijadikan raja, kenapa aku tidak? Padahal aku lebih tua!"

"Jangan sembarangan bicara. Gatot jadi raja Pringgandani karena didukung rakyat Pringgandani sendiri. Aku tidak berhak memaksakan kehendak pada rakyatPringgandani."

"Tidak usah berkilah. Akui saja kalau ayah memang pilih kasih, lebih menyayangi Gatotkaca daripada aku. Orangtua seperti itu wajib dihajar.." 

DHUEZH‼

Tak bisa menahan emosinya, Werkudara mendupak Antareja hingga jatuhterjajar. Antareja bangkit dan membalas. Terjadilah perkelahian bapak-anak dialun-alun Amarta. Pasukan Kurawa yang menonton di kejauhan bersorak kegirangan. Antareja seakan sedang jaya-jayanya. Ayahnya kewalahan menghadapinya. Arjuna yang bermaksud melerai pun dihajar oleh Antareja. Begitu pula para tokoh Amarta yang lain. Antareja membabi buta dalam kemarahannya. Kadang mencakar, menggigit, dan mengeluarkan suara menggeram seperti raksasa.

Melihat gaya Antareja yang bukan lagi mencerminkan sosok ksatria, Petruk si punakawan segera melapor pada Kresna. Yang dilapori segera merapal mantra penerawangan. O, pantas saja tak ada yang mengalahkan Antareja, gumamnya. Segera Kresna bersedekap merapal aji pameling. Tak lama berselang kilatan sinar putih jatuh ke hadapannya dan sesosok kera putih terlihat bersimpuh.

"Kakang Anoman lihatlah ke sana. Kakang lalai menjaga sukma abadi angkara murka!"

Terperanjat Anoman si kera putih demi melihat sosok di kejauhan yang ditunjuk Kresna. "Mohon ampun, Sinuwun. Mohon restu!"

Tanpa menunggu jawaban Kresna, Anoman melesat ke angkasa. Dirapalnya aji maundri yang terkenal dahsyat itu. Ajian yang konon membuat pemiliknya memiliki kekuatan 1000 gajah dengan bobot 7 gunung itu menyatu dalam diri Anoman.

DHUAR‼

Kilatan sinar putih menyambar tubuh Antareja sehingga terlempar puluhan tombak jauhnya diiringi bunyi keras. Anoman mengarahkan aji maundrinya pada Antareja. Antareja pingsan. Anoman berjaga-jaga di dekatnya. Tiba-tiba terlihat keluar sesosok raksasa dengan muka marah dari tubuh Antareja.

"Monyet tua bangka, masih saja mengganggu kesenanganku!"

"Dasamuka angkara murka,tidak kapok-kapoknya menebar petaka. Kalau tak mau kembali ke tempatmu semula, rasakan aji maundri ini lagi!"

"Jjjaangaan.. baik.. baiklah aku kembali ke tempatku.."

Dasamuka ketakutan. Maka kembalilah sukma abadi Dasamuka ke tempat pemenjaraannya di perut gunung diiringi Anoman di belakangnya. Tapi masalah belum berakhir karena pasukan Kurawa yang tadinya mendukung pemberontakan Antareja pun harus diusir dengan paksa.

Antareja yang sudah siuman segera bersimpuh di hadapan para sesepuh Amarta, memohon ampun atas segala perbuatan yang terjadi di luar kendali dirinya. Saat ditanya apa yang menjadi penyebabnya, Antareja menceritakan kronologi yang diawali dengan kedatangan Begawan Durna. Mendengar cerita itu Petruk, Bagong, dan Setyaki berlarian ke arah barisan Kurawa yang sudah cerai berai oleh pasukan Amarta.

"Ampun Gong, ampun Truk…aduuhh..aw..adaw!" jerit Durna yang diseret oleh Bagong dan Petruk yang dikawal oleh Setyaki. BRUK‼ Tubuh Durna dilempar ke hadapan para satria Amarta.

Kresna membantu Durna berdiri,lalu bertanya," Apa benar Eyang Durna yang menghasut Antareja?"

"Nggak ngaku ditelanjangi saja!" kata Bagong sambil mendekat.

"Jangan, Gong. Iya benar sinuwun,tapi saya hanya menjalankan perintah anak prabu Suyudono."

"Perintah apa, Eyang?"tanya Kresna.

Semula Durna ingin berkelit, tapi setelah dilihatnya Bagong kembali mendekat, akhirnya ia bercerita apa adanya. Bahwa ia diperintahkan untuk menghasut Antareja agar Amarta kacau. Antareja di hasut dengan mengatakannya lebih pantas jadi raja daripada Gatotkaca.

Kresna dan para Pandawa hanya menghela napas mendengarnya. Sejahat dan selicik apapun, Durna pernah menjadi guru Pandawa. Tak elok kalau para Pandawa menghukum atau menghakiminya, apalagi membunuhnya.

"Eyang itu pandita, mestinya membangun akhlak kawula, bukan malah menghasutnya. Sebenarnya imbalan apa yang Eyang harap dari Rayi Suyudono?"tanya Kresna.

Durna diam. Ia malu kalau ketahuan masih memimpikan kekayaan dan kenikmatan dunia. Mau berbohong sepertinya bakal ketahuan juga. Karena Kresna sedemikian sakti dan waskita.

"Halah, paling imbalannya lebaran kuda kan, Durna?" kata Bagong nyinyir.

"Lebaran kuda bagaimana, Gong? Apa untungnya bagi Durna?" Petruk penasaran. Diam-diam para Pandawa pun ikut penasaran.

"Halah, Truk. Kamu lupa? Istri Durna itu kan ….

"Gong, jangaaan, Guong…"Durna menangis..malu.

***

"Lho, Mbah.. kenapa Durna menangis dikatai lebaran kuda?" tanya si Boy.

"Ya mungkin terharu atau gimana lah. Sudah dulu ya ceritanya..!" si Mbah berkelit, menghindaribercerita aib.

"Halah, Mbah.. terusin!"si Boy merajuk.

"Sudah selesai, Le.."

"Tapi kenapa Durna menangis dibilang mau diberi imbalan lebaran kuda?"

"Ceritanya sudah kepanjangan, Le.."

"Singkat aja, Mbah!"

"Ya, sudah. Waktu muda, Durna itu tampan dan bernama Bambang Kumboyono. Waktu mengembara, perjalanannya terhalang laut. Ia lalu membuat sayembara, siapa yang dapat membantunya menyeberang, kalau wanita akan dijadikan istri, kalau lelaki akan dijadikan saudara."

"Ada yang membantunya?"

"Ada."

"Perempuan atau laki-laki?"

"Betina!"

"Lho?"

"Yang datang padanya seekor kuda sembrani betina. Kuda bersayap dan bisa terbang."

"Terus kuda itu dinikahi Bambang Kumboyono?"

"Hus, nikah enggaknya nggak diceritakan. Tapi waktu naik kuda itu Kumboyono ngantuk, duduknya makin ke belakang lalu kudanya meringkik kaget merasa kena sesuatu!"

"Kena sesuatu?"

"Zaman dulu orang-orang cuma pakai kain, nggak pake celana."

 "Maksudnya?"

"Umurmu berapa, Le?"

"Sembilan belas, Mbah!"

"Hmm..singkatnya, Kumboyono dan kuda sembrani itu akhirnya punya anak laki-laki dan diberi nama Aswatama. Kamu tahu arti aswa?"

"Nggak."

"Aswa artinya kuda."

"Oo.. nama itu untukmenunjukkan kalau Durna itu punya setoridengan kuda, to?"

"Iya, tapi kuda itu sebenarnya jelmaan bidadari, namanya Wilutama. Kamu tahu Durna itu singkatan dari apa? Itu berhubungan dengan kuda tadi."

"Durna itu singkatan?"

"Iya."

"Kepanjangannya?"

"Mundur-munDUR keNA".

"Ah, Simbah saru ….. Eh, tapi yang dihasut sekarang kok malah Gatot ya, Mbah?"

"Mbuh,Le.. tanya Durna-nya saja sana!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun