Mohon tunggu...
Ghofiruddin
Ghofiruddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Blogger

Seorang pecinta sastra, menulis puisi dan juga fiksi, sesakali menulis esai nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jika Kau Ingin Bicara: Asu!

15 November 2021   16:59 Diperbarui: 15 November 2021   17:46 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Skenario kedua, aku mati di sini, di tempat ini, di kamar ini, di ranjang dan di kasur ini, tanpa seorang pun mengetahui. Kau dan orang-orang lain yang berlalu lalang hanya menganggapku sedang tidur dan tengah mengaktifkan sebuah mode hibernasi seperti beruang kutub, yang saat terbangun bukanlah musim salju yang telah berakhir dan berganti dengan musim semi yang akan terlihat. 

Yang terlihat adalah sebuah kekalahan yang penuh, kekalahan yang dipenuhi dengan bau busuk duka yang ditampilkan di atas sebuah panggung sandiwara mini dari gawai-gawai yang bertebaran dan berserakan di muka bumi dan di muka pancaran-pancaran raut muka yang terdistorsi. 

Sebuah berita heboh menyebar bak virus yang menginfeksi kesadaran manusia: #Misteri Kematian Terpecahkan, dan kau hanya akan memunguti kepingan-kepingan pecahan tersebut untuk kau susun kembali dalam sebuah proyeksi yang akan segera terlupakan. 

*** 

Jika kamu tidak ingin bicara, maka menjauhlah sejauh-jauhnya dari ruangan yang gelap ini. Aku sempat tertidur dengan nyenyak selama beberapa saat, tampaknya; sempat pula mati pikiranku dengan terlalu banyaknya informasi yang beredar tanpa dipahami dan dicerna hanya untuk dibuang di sebuah lubang anus kesadaran. 

"Menuju ke mana?" tanyaku. 

Jawabku,"Menuju ketiadaan? Atau menuju sebuah keberadaan atau kesadaran lain yang masih belum diketahui? Yang pengetahuan tentangnya hanya berupa hipotesa yang terburu-buru dijadikan fakta dan keyakinan yang disembah dengan serta merta?" 

"Untuk menjadi sandaran yang bermakna, mungkin? Ketidakpastian terlalu menakutkan, mungkin? Atau demi ketidakmungkinan-ketidakmungkinan yang mungkin hendak dilampaui?" 

"Mungkin." 

Dan demi kemungkinan yang masih samar, dari keadaan terbaringku, aku mencoba untuk menilik kembali keberadaanmu di luar yang tengah berdiri di depan rak buku, menatapi judul-judul buku dan nama-nama penulis atau pengarang yang tercantum di punggung-punggung buku yang ringkih, yang lembaran-lembaran kertas di dalamnya hendak terlepas dari cengkeraman lem yang usang. Aku tersenyum tipis nan riang dalam hati mengetahui bahwa buku-buku itu akan mendapatkan percumbuan yang mesra dari tatapan mata yang penasaran. 

Buku-buku tentang apa yang akan kau baca; sastra novel fiksi tentang seorang manusia yang menghibur lara kehidupannya dengan tragedi yang gembira; atau tentang filsafat jiwa manusia yang akan kau gunakan sebagai dasar acuan untuk menilai kepribadian seseorang yang hendak kau taksir, atau tentang puisi-puisi yang strukturnya sudah tidak lagi beres, dan enggan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan mata-mata pembuat kebijakan. 

Atau, mungkin cukup sebuah buku teks mata kuliah, yang beberapa bagian isinya mungkin akan kau kutip atau secara tanpa pikir panjang kau jiplak begitu saja untuk menjadi bagian dari karya ilmiah yang harus dikumpulkan minggu depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun