Anak muda zaman sekarang sering terjebak pada pencitraan. Kita sibuk bukan karena kebutuhan, tapi karena takut dianggap malas. Kita kerja keras bukan karena passion, tapi karena nggak mau ketinggalan dari teman sebaya. Lama-lama, semua itu berubah jadi beban. Kita jadi kehilangan identitas diri, karena yang kita kejar sebenarnya bukan kebahagiaan, melainkan validasi.
Padahal, hidup nggak harus selalu ngebut. Ada kalanya kita perlu tarik napas, berhenti sebentar, dan nikmatin hal-hal kecil. Nongkrong bareng teman tanpa mikirin deadline, jalan kaki sore sambil dengerin musik, atau sekadar tidur siang tanpa rasa bersalah. Itu semua juga bagian dari hidup.
Gen Z perlu sadar kalau kesehatan mental sama pentingnya dengan prestasi. Nggak ada gunanya kita punya banyak pencapaian, tapi hati dan pikiran rusak. Percuma kita terlihat sibuk dan produktif di luar, kalau di dalam kita terus merasa kosong dan lelah.
Hidup seimbang bukan berarti malas. Justru dengan tahu kapan harus kerja keras dan kapan harus istirahat, kita bisa lebih fokus, lebih kreatif, dan lebih bahagia. Ingat, manusia bukan mesin. Kita punya emosi, punya kebutuhan, dan punya batasan.
Kalau kita terus-menerus memaksakan diri untuk sibuk, ujungnya cuma ada dua: burnout atau kehilangan makna hidup. Banyak orang yang di usia muda terlihat sukses, tapi beberapa tahun kemudian merasa hampa karena semua yang mereka lakukan hanya untuk kejar ekspektasi orang lain. Jangan sampai kita jadi generasi yang sibuk di luar, tapi kosong di dalam.
Kita juga harus berhenti membandingkan hidup dengan orang lain. Sosial media seringkali menipu. Apa yang kita lihat di layar hanyalah potongan terbaik dari hidup seseorang. Kita nggak pernah tahu perjuangan, air mata, atau masalah yang mereka hadapi di balik layar. Jadi, nggak ada gunanya memaksakan diri jadi sama dengan mereka.
Yang lebih penting adalah bikin definisi sukses versi kita sendiri. Sukses nggak harus punya rumah mewah di usia 25, atau tabungan miliaran sebelum umur 30. Sukses bisa berarti punya waktu buat keluarga, bisa menjaga kesehatan mental, atau sekadar bisa tidur nyenyak tanpa dihantui pikiran.
Anak muda perlu belajar untuk bilang “cukup”. Cukup itu bukan berarti berhenti berusaha, tapi tahu kapan kita harus menjaga diri sendiri. Nggak ada salahnya ambil waktu istirahat. Nggak ada salahnya nolak pekerjaan tambahan kalau memang udah capek. Nggak ada salahnya nggak ikut semua tren. Justru di situlah kita belajar untuk benar-benar hidup, bukan sekadar menjalani rutinitas.
Generasi kita punya banyak potensi. Kita kreatif, adaptif, dan punya akses informasi yang luas. Tapi potensi itu nggak akan berkembang maksimal kalau kita terus menerus kehabisan energi karena sibuk yang nggak ada ujungnya. Kita perlu bijak memilih: mana kesibukan yang bikin berkembang, mana yang cuma bikin capek hati dan pikiran.
Akhirnya, hidup bukan soal siapa yang paling sibuk, tapi siapa yang paling bisa menikmati. Karena pada akhirnya, yang kita cari bukan sekadar sibuk, tapi bahagia. Dan bahagia itu sederhana: ketika hati tenang, pikiran ringan, dan kita bisa menjalani hari dengan senyum, tanpa harus pura-pura kuat di depan dunia.
Jadi, buat kita semua, khususnya Gen Z: nggak ada salahnya pelan-pelan. Nggak ada salahnya santai. Karena hidup ini bukan lomba siapa yang paling sibuk. Hidup ini tentang menemukan arti, menjaga diri, dan tetap waras di tengah dunia yang makin riuh. Sibuk boleh, tapi jangan sampai sibuk itu bikin kita kehilangan diri sendiri.