Di Pusat kota yang ramai, hiduplah keluarga Pak Johan dan Ibu Mery. setiap subuh, mereka bangun bersama dan beraktivitas di dapur. Ibu Mery menyiapkan sarapan, sedangkan mengisi gelas-gelas dengan air putih, sesuai dengan jumlah orang di rumah. Air itu bukan sekadar tawaran, melainkan sebuah kewajiban yang harus diminum sebelum sarapan dimulai.Â
Suatu hari, Tristan dan Anton, dua keponakan Pak Johan, datang menginap. Tristan terkejut melihat semua orang sudah duduk di meja makan, masing-masing dengan segelas air putih di depannya.
"Tristan, sudah  bangun, Nak?" Sapa Pak Johan Ramah. "Mari, minum air sebelum kita mulai hari ini."
Dengan bingung, Tristan duduk. Ia melihat sekeliling, ada ada apa pun di meja selain gelas-gelas air putih. "Paman, aku tidak biasa minum air di pagi hari," katanya ragu.
Pak Johan tersenyum. " Biasakanlah. Air putih sangat bermanfaat untuk kesehatan. Paman tak akan izinkan kamu makan sebelum minum air. Bahkan, paman tidak izinkan kamu keluar rumah hari ini jika kamu tidak menghabiskannya."
Anton hanya tersenyum melihat saudaranya berdebat. Kebiasaan yang tidak teratur membuat Tristan kesulitan. Ia melirik Anton dan saudara sepupunya yang lain, Rido, Juan dan Linda, berharap ada yang membela, namun semua mata tertuju padanya. Tak ada pilihan lain, Tristan akhirnya meminum air itu.
Setelah habis, ia mengeluh. "Rasanya mau muntah, Paman. Perutku tidak enak."
"Itu karena belum terbiasa, Nak," jawab Pak Johan dengan lembut.
Hari-hari berikutnya, keluhan itu tak lagi terdengar. Tristan mulai menikmati kebiasaan barunya. Seminggu pun berlalu dan ia kembali ke rumahnya. Tanpa disadari, kebiasaan itu terus berlanjut. Ia bahkan mewajibkan seluruh keluarganya untuk melakukan hal yang sama.
"Apa yang kamu rasakan setelah membiasakan minum air putih setiap pagi?" tanya ayahnya, Pak Dendi.
"Badanku lebih segar, Ayah," jawab Tristan. "Aku ingin Ayah, Ibu, kakak, dan Bunga juga melakukannya. Setiap pagi, aku akan menunggu kalian semua minum air."