Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Antara Mengejar Kualitas Hidup dan Perilaku Boros

8 Februari 2019   19:21 Diperbarui: 9 Februari 2019   05:13 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendapat Calman lainnya kerap dikutip berbagai tulisan yang membahas tentang kualitas hidup yang disebut dengan Calman's Gap. Istilah ini pertama kali diutarakan oleh Calman pada tahun 1984 lewat artikelnya yang berjudul "Quality of life in cancer patients - an hypothesis"

Calman's Gap merupakan suatu pendekatan yang menunjukkan bahwa kualitas hidup mengukur perbedaan, atau gap / kesenjangan, pada periode waktu tertentu antara harapan dan keinginan individu dan pengalaman individu saat itu.

Istilah tersebut meskipun berangkat dari bidang kedokteran, kerap menjadi referensi artikel-ilmiah maupun populer di bidang kesehatan, ekonomi dan sosial. Hal ini karena pernyataannya bersifat universal.

Mengenai kualitas hidup sendiri, Cella & Tulsky dalam Dimsdale dalam Mahmudah (2015) memaparkan bahwa beberapa pendekatan fenomenologi dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi subyektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Baik sosok Fandi dan Adi yang merupakan contoh di atas adalah sosok individu yang mengenali apa saja hal ideal yang akan mereka capai untuk memenuhi kuaitas hidup yang mereka inginkan. Tentu saja disesuaikan dengan standar kemampuan internal mereka. Misalnya dalam membeli rumah, Fandi memilih rumah tipe 21 dan pembelian dilakukan secara KPR. Fandi juga membeli mobil dengan cara kredit. Begitu pula dengan Adi yang membeli motor trail-nya secara kredit.

Bila Fandi memasukkan elemen motor trail dalam kehidupannya, maka Fandi bisa menyebutnya sebagai pemborosan karena ia tidak membutuhkannya. Ia tidak memiliki hobi berpetualang memakai motor trail sebagaimana yang dilakukan oleh Adi.

Bila Fandi harus membelinya, anggap saja suatu hari ia mengenal Adi dengan baik dan ingin mencoba gaya hidup Adi, mungkin akan membeli sebuah motor trail secara kredit. Tindakan Fandi membeli motor trail ini memiliki sejumlah konsekuensi yaitu yang utama ada tambahan cicilan.

Lalu ia melakukan hal yang belum tentu ia suka. Mungkin pertama-tama ia menikmati namun karena bukan hobinya, ia tidak rutin berberpetualang. Hal ini karena jadwal akhir pekannya sering terkunci dengan jadwal rekreasi bersama keluarga kecilnya.

Pada akhirnya bisa jadi motor trail Fandi teronggok di gudang dan karena lama tidak dipakai akhirnya menjadi rusak. Benar-benar sebuah pemborosan yang hakiki yang pasti akan membuat murka sang istri.

Ini mirip dengan kebiasaan sebagian wanita yang kalap ketika ada diskon tas atau sepatu besar-besaran dimana mereka juga sebenarnya belum tentu memerlukan barang-barang tersebut.

Jadi agar tidak boros dalam mengejar kualitas hidup sebenarnya sederhana, yaitu dengan melihat kebutuhan. Rasanya irasional dan menyedihkan bila seseorang memutuskan memenuhi kualitas hidup tertentu namun secara tidak realistis. Sebenarnya ia tidak mampu karena tidak sesuai dengan penghasilannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun