Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kolaborasi, Kunci Ekosistem Dirgantara Indonesia "Terbang Lebih Tinggi" (2)

21 Desember 2022   06:50 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:52 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakar Financing yang juga Managing Partner Pembiayaan Kreatif, dan CEO Manulife, Eko Putro Adijayanto. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Untuk mewujudkan transformasi ekonomi dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di pusat dan daerah, Samudra mengestimasi kebutuhan N219 di Indonesia.

“Saya mencoba menghitung berapa kebutuhan N219. Secara logika, dan yang mudah saja. Jadi, kalau populasi Indonesia ada 250 juta orang, sekarang itu yang terbang di udara belum sampai 10 juta. Diperkirakan 14 juta dalam setahun yang terbang di udara dari penduduk kita. Lalu yang mau terbang di daerah-daerah diestimasikan ada 5,5 juta orang. Dari situ, kita lihat di archipelago kita ada 600 airport.  Taruhlah seperempatnya itu kita akan gunakan untuk N219. Seperempatnya itu kalau 600 airport adalah 150 airport. Dari sini, kalau kita buat rute dari satu airport ke airport lain, maka ada 300 rute. Nah, kira-kira dari 300 rute itu dibagi enam hari, dimana per hari dibagi lagi 360 hari, maka ketemulah angka bahwa per rute ada 50 penumpang. Dari 50 penumpang itu, karena N219 terbangnya tidak hanya satu kali sehari atau taruhlah dua hari sekali, maka kita harus punya 150 unit N219. Ini untuk mengisi kebutuhan yang paling mendesak di peta archipelago kita, disimpulkan paling tidak dibutuhkan 150 unit N219. Dan kalau kita buat target tiga tahun pemenuhan kebutuhannya, maka per tahun harus dapat diproduksi sebanyak 50 unit N219,” urainya detil.  

Executive Advisor PTDI dan Bappenas, Samudra Sukardi. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Executive Advisor PTDI dan Bappenas, Samudra Sukardi. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Untuk mengejar target produksi pesawat N219, Samudra menyarankan PTDI memiliki lima assembling line. “Kita bersyukur PTDI sudah merencanakan memiliki dua assembling line. Sebenarnya yang paling bagus lima assembling line, agar cepat produksinya. Karena kalau assembling itu sudah cepat, tinggal persiapan komponennya saja. Contoh, Boeing yang bisa membuat tiga pesawat dalam satu hari. Sedangkan Airbus mampu memproduksi lima pesawat per hari. Jadi untuk mengisi kebutuhan semua itu perlu modernisasi assembling line. Selain itu, harus cepat komponen supplier-nya didatangkan untuk kemudian dilakukan pengujian lebih dulu,” tuturnya.

Untuk mewujudkan “jembatan udara” sebagai konektivitas antar-wilayah, struktur ekosistem kedirgantaraan harus dibangun agar saling terkoordinasi. "Ekosistem industri kedirgantaraan dibutuhkan untuk meng-established air bridge. Didalamnya, antara lain ada Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, TNI AU dan masih banyak lagi. Semua harus ter-orkestrasi dan disatukan melalui policy serta regulasi. Karena kalau masing-masing membuat policy dan regulasi maka bisa saja tidak akan saling "nyambung". Jadi dalam struktur ekosistem industri kedirgantaraan perlu ada Koordinator-nya. Saya mengusulkan dibentuk Badan Koordinator Kedirgantaraan RI. Kalau perlu dibentuk satu kementerian yaitu Kementerian Dirgantara,” usul Samudra.

Adapun policy dan regulasi mengatur hal-hal mengenai Manufaktur, Airline, Infrastruktur (asset management, airport operation, airport ground support), Maintenance & Repair Organization (MRO), Support Business (catering, distribution system, hotel dan lainnya). Sedangkan untuk Airnav, Samudra menyebut, kini sudah berdiri sendiri.

Dalam paparannya, Samudra juga menyampaikan bisnis model N219 yang standar dan ditujukan guna memenuhi kebutuhan pemerintah daerah. “Ada tiga kelompok bisnis model didalamnya. Mulai dari Aircraft Manufacture yang membuat pesawatnya, Pendanaan atau Leasing Company yang mengupayakan pembiayaannya, dan Aircraft Operator Certificate (AOC) yang menjalankan pesawatnya. Dari model ini, alurnya adalah order pesawat dilakukan melalui AOC, kemudian dilakukan pembayaran deposit, mendapatkan pinjaman dari perbankan, memesan pesawat ke manufakturnya, melakukan pembayaran ke manufakturnya, dan menyerahkan pesawatnya ke pelanggan melalui AOC Holder,” urainya seraya membahas beberapa opsi bisnis model lainnya.

Executive Advisor PTDI dan Bappenas, Samudra Sukardi. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Executive Advisor PTDI dan Bappenas, Samudra Sukardi. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Samudra juga menjelaskan value chain dan financial need dari Aircraft Manufacture. Semuanya, diawali dengan melakukan Market Research (terkait demand dan lainnya), lalu membuat Design, Proved of Concept, Prototype, dan Certification. “Semua ini butuh dana yang hanya sekali saja pendanaannya atau one time. Semua juga belum ada revenue-nya. Nanti, setelah dilakukan produksi, barulah ada revenue-nya. Di proses assembling line setiap pesawat butuh pendanaan. Pesawat pertama, kedua dan ketiga selalu berbeda pendanaannya, bisa dilakukan sendiri-sendiri. Disinilah butuh start-up capital untuk produksi, uang duluan,” ungkapnya.

Samudra juga mengingatkan pentingnya kehadiran Leasing Company. “Kenapa? Karena kalau pesawatnya dibayar secara cash tentu akan mendapat diskon. Kalau airline, kenapa harus pakai Leasing Company, karena mengurangi risiko, dan juga dia kan enggak punya likuiditas yang bagus. Jadi enggak perlu perlu uang banyak, tapi dengan Leasing Company dia bisa mencicil, terus capital cost pasti berkurang, terus enggak ada depresiasi pula. Kalau dia harus depresiasi dalam 3 tahun atau 5 tahun, maka itu jadi problem,” jelasnya.

Siapa saja shareholders dari Leasing Company? “Bisa publik, private partner, BUMN, Perusahaan Daerah. Sebenarnya masuk ke situ saja, pemda-pemda juga boleh, jadi Leasing Company-nya punya Pemda, Pemda punya uang taruh di situ, lalu beli pesawat dan dititipkan ke AOC,” sarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun