Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemerdekaan RTC] Bendera Setengah Tiang

16 Agustus 2016   21:36 Diperbarui: 16 Agustus 2016   22:37 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menjelang malam. Satu persatu anak-anak yang hidup menggelandang itu, mulai terlihat di area parkir sebuahBank Swasta. Usia mereka beragam. Mungkin yang terlihat paling dewasa di antara mereka hanya beberapa saja dan itupun usianya tidak lebih dari 16 tahun.

Entah darimana anak-anak tersebut berasal. Karena setiap malam selalu ada dan duduk mengelompok di tempat itu. Bahkan ada juga yang menjadikan jalan aspal sepanjang kurang lebih 100 meter itu, sebagai tempat tinggal mereka.

Mungkin semenjak aksesnya, yang menuju jalan raya utama ditutup. Sehingga tidak ada satupun kendaraan yang bisa melintas karena terhalang oleh deretan road barriers berisi air, yang tersusun membentuk pagar di ujung jalannya. Sehingga mereka dengan leluasa memanfaatkan tempat itu.

Tidak hanya anak-anak tersebut, yang memanfaatkannya. Dari pagi sampai sore, para preman menyulapnya menjadi pelataran parkir untuk Bank dan pertokoan, yang kebetulan berada di sepanjang jalan porbidden tersebut.

Saat hari menginjak malam dan pertokoan sudah tutup seperti sekarang. Kawasan ini berubah menjadi tempal mangkal PSK, tukang ojek dan gerobak-gerobakyang menjual minuman keras. Uniknya para pedagang itu sengaja memajang produk jamu-jamu kesehatan, untuk menyamarkan minuman keras yang mereka sembunyikan di dalam gerobak.

Dari semua pedagang itu, hanyabang Ucupsaja yang benar-benar menjual jamu dan juga obat kuat. Tanpa menyelipkanminuman kerasdiantara produk jamunya. Sudah hampir setahun pemuda itu berjualan di parkiran depan Bank swasta itu. 'Depot'nya berupa kendaraan roda tiga, yang biasa dipergunakan untuk mengangkut barang. Itupun Setelah dimodifikasi dan menghabiskan biaya sekitar tujuh juta-an.

Seperti biasa selepas Isya', pemuda itu sudah membuka 'depot' dan menggelar produk jamunya. Sementara di belakang lapaknya, tampak Edidan Arman, yang biasa berjualan kresek di pasar, tengah sibuk menghitung uang logaman, yang tergeletak di atas aspal.

Satu demi satu recehan tersebut dihitung, lalu dimasukkan ke dalam saku celana mereka yang kotor karena jarang dicuci. Usia anak tersebut tidak terpaut jauh. Edi berumur sekitar delapan tahun, sedangkanArman umurnya sembilan tahun.

Tidak jauh dari tempat mereka berada, terlihat jugaUjang, Beni, Buluk dan joni, yang sedang asyik bermain domino. Mereka rata-rata berumur dua belas tahun. Sementara di sebelah mereka bermain, ada Baimyang masih berumur enam tahun, tengah tertidur pulas.

Anak kecil tersebut rebah di atas kardus bekas televisi, yang digunakan sebagai alas. Tubuhnya terbungkus sebuah karung beras berukuran 50kg, layaknya sebuah selimut, yang melindungi tubuh bocah itu dari udara malam yang dingin.

Menjelang jam sembilan malam. Tampak dua orang anak perempuan, yang telah menginjak remaja. Berjalan mendatangi tempat anak-anak tersebut. Yang satu namanya Bunga. Badannya besar dan gemuk, meskipun umurnya baru empat belas tahun. Sedangkan satunya lagi Dewi, umurnya enam belas tahun.Keduanya biasa mengamen di terminal dan warung-warung makan yang banyak terdapat di daerah pertokoan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun