Pembahasan selanjutnya yaitu Proses Pelaksanaan Nikah Siri Melalui Jasa Daring. pada pembahasan ini penulis menguraikan secara detail alur atau tahapan proses nikah siri yang terjadi di grup Facebook “Jasa Nikah Siri Solo”. Penulis memaparkan bahwa proses dimulai dari postingan penawaran jasa oleh admin atau anggota grup, yang kemudian direspons oleh calon pengguna jasa melalui kolom komentar atau pesan pribadi (inbox). Setelah terjadi komunikasi awal, kedua belah pihak akan melakukan negosiasi terkait biaya jasa, persyaratan dokumen, dan lokasi pelaksanaan akad nikah.
Penulis mengutip hasil wawancara dengan beberapa pengguna jasa yang menyatakan bahwa biaya jasa nikah siri bervariasi, tergantung pada permintaan dan tingkat kesulitan kasus. Ada yang hanya membutuhkan wali dan saksi, ada pula yang meminta tambahan surat pernyataan atau dokumen pendukung. Setelah kesepakatan tercapai, akad nikah biasanya dilangsungkan di tempat yang disepakati bersama, seperti rumah, hotel, atau kantor jasa. Proses akad dilakukan secara tertutup, hanya dihadiri oleh calon mempelai, wali, saksi, dan penghulu tidak resmi (bukan dari KUA).
Salah satu kutipan wawancara yang menarik adalah pernyataan seorang pengguna jasa:
“Saya memilih jasa ini karena prosesnya cepat, tidak ribet, dan tidak perlu banyak syarat. Cukup bayar, langsung akad. Tidak perlu ke KUA, tidak perlu urus surat-menyurat.”
Pernyataan ini menggambarkan motivasi utama pengguna jasa, yaitu kepraktisan dan kecepatan proses dibandingkan prosedur resmi negara.Penulis juga menyoroti bahwa dalam beberapa kasus, pengguna jasa bahkan tidak saling mengenal satu sama lain dan hanya berinteraksi melalui media sosial. Hal ini meningkatkan risiko penipuan, seperti kasus penghulu gadungan atau saksi palsu. Selain itu, tidak adanya pencatatan resmi di KUA membuat pernikahan ini hanya sah secara agama, tetapi tidak diakui oleh negara.
Pembahasan selanjutnya yaitu Motif dan Karakteristik Pengguna Jasa Nikah Siri Daring.Penulis melakukan analisis mendalam mengenai motif dan karakteristik pengguna jasa nikah siri di grup Facebook. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, ditemukan beberapa motif utama, di antaranya:
- Menghindari Birokrasi Rumit. Banyak pengguna jasa merasa bahwa prosedur resmi di KUA terlalu rumit dan memakan waktu. Mereka lebih memilih jalur nikah siri karena prosesnya lebih cepat dan praktis.
- Alasan Privasi dan Kerahasiaan.Sebagian besar pengguna ingin menikah tanpa diketahui keluarga atau masyarakat, misalnya untuk poligami, pernikahan kedua, atau hubungan yang tidak direstui
- Status Hukum yang Tidak Memungkinkan.Ada juga yang menggunakan jasa ini karena salah satu atau kedua mempelai belum memenuhi syarat administratif, seperti belum bercerai secara resmi, belum cukup umur, atau tidak memiliki dokumen identitas lengkap.
- Motif Ekonomi. biaya jasa nikah siri relatif lebih murah dibandingkan biaya resmi di KUA, terutama jika harus mengurus dokumen atau membayar denda keterlambatan.
Penulis dalam penelitiannya mencatat bahwa mayoritas pengguna jasa nikah siri daring yang terdapat dalam grup Facebook “Jasa Nikah Siri Solo” berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah, dengan latar belakang pendidikan yang beragam. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena nikah siri daring tidak hanya menjadi pilihan bagi satu kelompok sosial tertentu, melainkan telah merambah ke berbagai lapisan masyarakat yang memiliki kondisi ekonomi dan pendidikan yang berbeda-beda. Bagi kalangan menengah ke bawah, nikah siri daring seringkali dipandang sebagai solusi praktis dan ekonomis untuk melangsungkan pernikahan tanpa harus melalui prosedur resmi yang dianggap rumit dan memakan biaya lebih besar. Selain itu, keterbatasan akses informasi dan pemahaman hukum juga turut mendorong mereka memilih jalur nikah siri yang lebih mudah dijangkau melalui media sosial.
Namun, penulis juga menemukan bahwa tidak hanya kalangan menengah ke bawah yang menggunakan jasa nikah siri daring ini. Terdapat pula pengguna dari kalangan menengah atas yang memilih nikah siri melalui media sosial dengan alasan yang berbeda. Kelompok ini biasanya lebih memperhatikan aspek privasi dan ingin menghindari konflik sosial yang mungkin timbul akibat pernikahan mereka. Misalnya, mereka yang ingin menjaga rahasia pernikahan kedua atau poligami agar tidak menimbulkan kontroversi di lingkungan sosial atau keluarga besar. Dalam konteks ini, nikah siri daring menjadi alternatif yang dianggap lebih aman dan rahasia karena prosesnya tidak tercatat secara resmi dan tidak melibatkan banyak pihak.
Selain menggali motif pengguna, penulis juga mengidentifikasi karakteristik penyedia jasa nikah siri daring yang aktif di grup Facebook tersebut. Umumnya, penyedia jasa ini adalah individu atau kelompok yang memiliki pengetahuan mendalam tentang tata cara nikah siri, seringkali berlatar belakang agama, seperti ustaz atau mantan penghulu yang memahami syarat dan rukun nikah menurut hukum Islam. Mereka biasanya memanfaatkan keahlian dan jaringan keagamaan untuk memberikan layanan nikah siri secara informal kepada masyarakat yang membutuhkan. Keberadaan mereka juga memberikan kesan legalitas agama meskipun secara hukum negara pernikahan tersebut tidak dicatatkan.
Namun demikian, penulis juga mengingatkan adanya oknum-oknum yang hanya bermodal jaringan sosial dan memanfaatkan peluang bisnis tanpa memperhatikan aspek hukum dan etika. Mereka ini tidak memiliki latar belakang keagamaan atau keahlian khusus dalam tata cara pernikahan, melainkan hanya menggunakan media sosial sebagai sarana bisnis untuk meraup keuntungan. Praktik seperti ini sangat berisiko karena dapat menimbulkan berbagai masalah, mulai dari penipuan, pelanggaran hukum, hingga pernikahan yang tidak sah secara agama maupun negara. Penyedia jasa yang hanya berorientasi pada keuntungan tanpa memperhatikan aspek etika dan legalitas ini menjadi salah satu faktor yang memperparah persoalan nikah siri daring di masyarakat.
Fenomena ini mencerminkan kompleksitas praktik nikah siri daring yang tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat, tetapi juga menyangkut aspek hukum, agama, dan moralitas. Oleh karena itu, pemahaman menyeluruh tentang karakteristik pengguna dan penyedia jasa sangat penting untuk merumuskan strategi penanganan yang tepat, baik dari sisi edukasi, pengawasan, maupun penegakan hukum. Penulis melalui penelitiannya memberikan gambaran yang komprehensif mengenai dinamika ini, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah, lembaga agama, dan masyarakat luas dalam menghadapi tantangan nikah di era digital.