Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Siapa Bilang di Jerman Nggak Ada Gelandangan, Begini Potretnya!

3 Maret 2023   01:47 Diperbarui: 3 Maret 2023   07:46 1339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gelandangan bawa barang bawaan (Sumber: Pixabay/Wal-172619)

Hari begitu dingin. Pagi-pagi betul aku sudah berangkat ke kampus, memanggul ransel penuh dengan isi makanan kecil dan minuman. Ibu mengajariku untuk siap sedia saat bepergian.

Hari itu, kami memang sudah berencana pergi ke bus bareng-bareng ke Hamburg. Ah, ini mengingatkan aku pada perjalanan piknik ke Bali waktu SMA dua puluh sembilan tahun yang lalu. What? Memang saya sekarang usia berapa coba? Wkwkw...dasar tua keladi!

Hamburg.

Kota pelabuhan yang ada di ujung utara negara Bundes Republik Deutschland, sebutan Jerman dalam bahasa Jerman, sudah pernah aku kunjungi bersama keluarga. 

Waktu itu anak-anak masih balita. Dan memang karena kami berdua suka travel, dari sejak mereka bayi di dalam box Maxi Cosy, kami sudah bawa anak-anak ke mana-mana. Keliling Jerman? Pasti, dong!

Hamburg, kota yang juga Bundesland (1 dari 16 negara bagian Jerman) memiliki luas 755 km persegi dan penduduk 1,8 juta. Mirip jumlah warga Semarang. Kota ini sangat terkenal dengan Speicherstadt-nya yang menjadi latar belakang film seri TV Funf Freunde atau Lima Sekawan.

Kota yang menjadi gudang dari kapal-kapal sedunia di pelabuhan itu memang memiliki bangunan tua bersejarah di sana-sini. Ada juga Elbphilharmonie, bangunan  yang bentuknya unik kayak mahkota itu, dibikin tempat konser dan sejenisnya. Sungai Elbe-nya terkenal melewati kota. 

Kalian yang suka lihat kereta mini bisa datang ke Miniatur Wunderland, di mana bangunan mini dengan kereta mini lewat di sana-sini bakal membuat kalian terpesona. Dijamin balik jadi anak kecil lagi. 

Hal yang menarik, rupanya wisata seks di Repperbahn menjadi obyek yang banyak dikunjungi warga lokal dan asing. Kami pun sampai juga ke sana. Karaoke sampai pagi. Hahaha, seru tapi kapok karena mata jadi nggak bisa tidur dan dari ujung kepala sampai kaki bau rokok. Uhukk.

Chris, Gelandangan yang jadi Guide Wisata

Selain mengunjungi tempat-tempat wisata tadi, kami juga menilik gelandangan di Jerman. What? Gelandangan? Iya, di Jerman ternyata banyak gelandangan. Jumlahnya ada 2.000. Tapi ternyata mereka ini bukan hanya berasal dari Jerman tapi datang dari negara tetangga. Yang mengejutkan adalah jumlah gelandangan perempuannya juga ada, lho. Padahal kan beresiko banget karena kehidupan malam seperti itu.

Pagi itu kami bertemu Chris, dia yang mengajak kami jalan-jalan keliling tempat-tempat yang sering dikunjungi gelandangan di Hamburg. 

Di tiap titik dia berhenti dan menceritakan apa yang biasa terjadi di sana. Aku pandangi tour guide kami itu. 

Mulai dari topi, jaket sampai sepatunya bermerk. Walau terlihat lusuh, aku yakin, Chris pengen tampil keren, walau pernah menjadi gelandangan di Hamburg. 

Sekarang, ia tinggal serumah dengan pacarnya. Itu si perempuan yang selalu memberinya roti di toko roti langganannya. Saking seringnya beli roti, mereka jatuh cinta. 

Belakangan si penjual roti kena kanker, berhenti bekerja, sekarat hingga Chris berniat merawatnya. Nggak terasa titikan air mata kami berjatuhan waktu dia cerita. Bermula dari kisahnya menjadi gelandangan sampai happy ending dengan cintanya ini.

Dari caranya memandu kami, menceritakan kisahnya dan kisah para gelandangan, aku yakin banget si Chris punya pengalaman hidup yang bersantan dan bakat public speaking yang bagus. Sampai saat kami datang, ia masih disekolahkan oleh pemda setempat, supaya bahasa Jermannya tambah tinggi dan bagus.

Sebelum berpisah, kami membeli buku "Ueber Leben auf der Strasse", yang ia tulis bersama para gelandangan di Hamburg. Ini atas prakarsa Hinz & Kunzt, lembaga yang membantu gelandangan di sana. 

Hamburg (dok. Gaganawati)
Hamburg (dok. Gaganawati)

Sebagai rasa simpati, kami membayar lebih dari 3,50 Euro (Rp 56.000). Ada yang 5 euro, ada yang 10 euro, ada yang 15 euro. 

Terkuak sudah rahasia gelandangan di Hamburg! Berikut hal-hal yang menarik dan bisa kamu ketahui tanpa ke sana:

Mengapa gelandangan Hamburg selalu memakai jaket di semua musim?

Chris melontarkan pertanyaan itu pada kami. Ada yang menjawab karena menjaga dari hawa dingin. Tapi mengapa musim panas pakai jaket juga? Kan geraaaah? Yang benar jawabannya adalah, kata Chris, karena hidup di jalanan itu riskan. Banyak orang jahat. Bisa dirampas barang-barang berharga yang dimiliki, bisa diambil barangnya ketika ditinggal sembarangan. 

Maklum, mereka nggak punya rumah, jadi tinggal di bawah jembatan, dekat sungai atau emperan toko atau gedung. Sehingga mereka ke mana-mana membawa jaket untuk menyimpan barang-barang berharga seperti surat-surat penting, HP, dompet dan lainnya.

Tempat makan dan minum gratis para gelandangan

Daniel mengaku bahwa walaupun mereka tinggal di jalanan, nggak perlu takut haus dan lapar. 

Di Hamburg, ada tempat bernama Herz As, Alimaus CaFee mit Herz yang menyediakan makanan dan minuman khusus untuk gelandangan. 

Di kota tempat aku tinggal, juga ada tempat khusus bagi gelandangan bernama Tafel, yang menjual barang-barang sumbangan dari masyarakat, dengan harga satu euroan. 

Ada beberapa produk yang sudah kadaluwarsa tapi masih baik kondisinya. Pengumpulan biasa dilakukan oleh individu, sekolah atau di swalayan yang menyediakan keranjang amal bagi mereka.

Selain tempat permanen tersebut, ada juga layanan mobile. Mereka membawa mobil box dan membagikan makanan dan minuman yang sudah dibuat khusus. Mirip di film-film Hollywood.

Dulunya, sebelum tahu tempat-tempat gratis itu, Daniel suka mengumpulkan botol bekas yang bisa ditukarkan di Vending Maschine, untuk kemudian ia belikan makanan dan minuman. Atau tindakan lain adalah duduk di tempat keramaian dan meletakkan gelas kertas, mengemis receh pada orang lewat, biasanya banyak gelandangan yang membawa anjingnya.

Mengapa gelandangan punya anjing?

Orang Jerman memang nggak bisa dipisahkan dengan anjing. Hewan piaraan kesayangan ini sudah menjadi tradisi turun-temurun. 

Biasanya orang zaman dulu suka punya Shepperd, anjing gede setinggi pintu yang galak banget. Namanya juga anjing penjaga.

Ya, itu sebabnya, gelandangan Jerman punya anjing. Seperti Zdenko. Mulanya, ia menemukan anjing kecil alias Welpe yang nggak bisa disusui ibunya. Ia piara deh itu anjing hingga dewasa. Karena gelandangan nggak punya duit, ia memberikan makanan selain daging karena mahal. Dibelinya quark, susu ditambah sedikit gula. 

Belakangan, ia membeli daging untuk anjingnya. Anjing pun menjadi penjaga dan teman perjalanan yang setia. Nggak terasa sudah lebih dari 14 tahun bersama di jalanan Hamburg. Mengingat anjing kadang sakit harus diperiksakan ke dokter. 

Nggak punya duit, ia tetap tenang. Ia boleh, kok membayar dengan sistem kredit alias mencicil. Uangnya ia dapat dari menjual majalah dan buku dari Hinz&Kunzler. 

Uang hasil penjulan ia bagi dua, untuk budget kebutuhan pribadinya dan separoh untuk Pinsel, sang anjing. Tapi nggak jelas apakah ia membayar pajak anjing (kucing nggak ada pajaknya) yang diharuskan bagi warga di Jerman yang memiliki anjing.

Bagaimana rasanya tidur di jalanan Jerman yang keras dan dingin?

Diberitakan selama 2022, ada 23 gelandangan Jerman yang meninggal. Rata-rata karena kedinginan, ada yang sakit. Tahun sebelumnya, ada 26 orang. Jumlah yang menurun, tapi tetap saja menjadi perhatian pemda dan masyarakat umum.

Jerman memiliki empat musim. Sekarang ini sudah mulai ada tanda-tanda masuk musim semi. Masih dingin sekali dan bunga-bunga rumput sudah mulai nongol. Kalau aku pakai topi, syal, jaket dan sepatu tebal saja masih kedinginan, bagaimana dengan mereka? Tidur di atas aspal atau paving jalan itu pasti keras, nggak nyaman, basah dan dinginnnn.

Mario bilang kalau dia sudah terbiasa. Hari pertama ia memang nggak bisa tidur. Brrrr! Karena dinginnya malam dan atau hujan, alas tidurnya biasanya basah. 

Oleh sebab itulah, Mario dan kawan-kawannya biasanya punya dua alas tidur dari karton atau dua kantong tidur. Kalau satunya basah dan belum kering, bisa pakai yang sudah kering dan seterusnya.

Mandinya gelandangan di mana, sih?

Kalau orang Indonesia mandinya bisa dua tiga kali sehari karena keringatan tersengat matahari dan suhu udara yang panas di garis equator, berbeda dengan Jerman. Nggak mandi sehari sebenarnya nggak papa, pakai washlap saja udah beres. 

Tapi kalau seminggu-dua minggu bisa apek, ya? Banyak orang Jerman yang saya kenal walau mereka punya rumah dan tempat mandi yang bagus, nggak mandi setiap hari, lho. Selain memang kebiasaan, juga hemat air. Ada yang bilang nggak sempat mandi karena harus cepat-cepat berangkat kerja atau sekolah/kuliah/pendidikan. Wkwkw. Untung aku orang Indonesia, paling nggak mandi sehari sekali udah jadi kewajiban. Kalau nggak mandi rasanya gimana, gitu.

Nah, mau tahu gelandangan Hamburg mandinya gimana?

Marco mengatakan bahwa dia malu karena tahu dirinya bau dan orang-orang mencium bau badannya yang nggak sedap. Maka dari itu, Mario senang mandi kucing. Iya, di WC umum. Yang repot adalah ia harus membawa semua barang yang ia bawa ke dalam kamar kecil. 

Sesak, bukan? Kalau ditinggal takut hilang, bisa celaka. Selain itu, ia tahu di mana tempat mandi. Yakni di Lembaga "Diakonie" di Bundesstrasse. Tempatnya agak jauh, sih. Jadi jarang-jarang ke sana. Paling banter ke toilet umum sajalah. Ada lagi beberapa tempat mandi yang ia tahu yakni di Herz As di Muenzviertel. Alimaus atau CaFee mit Herz.

Lewat radio, ia mendengar kabar bahwa ada GoBanyo, bus tempat mandi khusus untuk gelandangan yang dibuat dari crowdfunding yang menyulap bus menjadi tempat mandi keliling. 

Di sana gelandangan akan disambut hangat untuk mandi dan mendapatkan pakaian ganti, celana dalam dan kaos kaki gratis.

Cuci bajunya para gelandangan di mana?

Aku ingat banget waktu aku kecil sampai dewasa, orang tua nggak ada mesin cuci. Yaoloh cuci pakai tangan seharian capeeeeek, deh. Belum naik ke atap genteng untuk menjemurnya karena kami nggak punya halaman. Tapi ternyata ada nilai kerja keras dan belajar keprihatinan di sana, yang ini sangat memberikan pelajaran berharga dalam hidup sekarang ini. Betul? Tidak ada makan siang yang gratis.

Achim sudah 30 tahun berada di jalanan. Ia tahu betul di mana ia bisa mencuci bajunya. Ke tempat-tempat khusus bagi gelandanganlah ia membawa baju kotor yang dimasukkan ke ranselnya. Yaitu di Herz As, Diakonie dan Hinz&Kunz. Saking banyaknya gelandangan, ia harus menjadwalkan kapan ia bisa ke sana. Antri.

Kalau gelandangan sakit, gimana, dong?

Namanya orang bisa sakit, dong. Dari banyak pikiran, stres, cuaca yang kurang bersahabat, ketularan teman atau pandemi/endemi.

Elena dari Rumania berkisah dulu sekali ia sangat takut sakit saat di jalanan Hamburg. Apalagi waktu itu anak-anaknya di Rumania menunggu nafkah. Ia biasa tidur di stasiun, taman atau tempat khusus gelandangan saat musim dingin. Perempuan itu sering sakit punggung dan kakinya.

Karena di Jerman orang harus punya kartu asuransi kesehatan, ia paling benci sakit. Untung sekarang ia tahu di mana ia bisa pergi ke dokter tanpa bayar. 

Ada Praxis ohne Grenze", Schwerpunktpraxis" di Caritas (lembaga sosial) atau di Krankenstube fr Obdachlose" (rumah sakit khusus gelandangan dengan 20 tempat tidur). Dan tentunya rumah sakit keliling. Sekarang ini ia sudah menjadi salah satu pegawai dari rumah sakit keliling "Annette Antkowiak."

Mengapa gelandangan harus punya HP?

Pertama, simbol status! HP atau smartphone ini menjadi simbol status gelandangan juga, lho. Sama kek kalian. Nggak punya rumah nggak papa, asal punya HP, seperti Joerg. Karena menurutnya, punya HP canggih itu penting. Ia tinggal di jalan, ia harus bertahan hidup dan HP canggih membantunya. 

Awal jadi gelandangan, ia merasa nggak perlu punya HP sampai suatu ketika, temannya protes bahwa ia harus punya HP karena teman-temannya pusing mencari di mana dirinya. Ia harus segera menghubungi ibunya.

Penting! Waktu ayahnya meninggal ia juga nggak tahu karena nggak bisa dihubungi. Itulah sekarang ia punya HP dan menelpon ibunya seminggu sekali. HP pertama ia beli dari tabungan menjual majalah dan buku. HP kedua dikasih pelanggan roti, di mana ia jualan. 

Untuk menge-charge baterei ia pergi ke Hinz&Kunst atau Mc Donald. Di sana ada colokannya. HP ketiganya dikasih pelanggan (termasuk kartu data langganan gratis selama satu tahun). Ia senang sekali karena ia bisa punya email, di mana orang bisa menghubunginya untuk urusan surat menyurat yang penting dan tentunya whatsapp. Jadi Hp sangat penting untuk para gelandangan yang pindah-pindah alias keliling, nggak menetap di satu tempat. 

Mengapa gelandangan perempuan hanya sedikit?

"Karena perempuan menjadi gelandangan itu memalukan, sedangkan pria gelandangan itu dianggap biasa oleh masyarakat awam," kata Inga. 

Banyak dari gelandangan perempuan, mereka menjauhi dari keramaian supaya tidak dikenali orang, tidak bertemu orang dan kadang mereka harus berlagak tidak seperti gelandangan. Misalnya dari penampilan. Inga sendiri tinggal di tenda di daerah hijau bersama sang pacar. Menurutnya, menjadi gelandangan perempuan itu riskan, banyak pelecehan seksual yang terjadi. 

Tambahnya, ada yang sampai mati. Kebanyakan dari mereka mengalami kekerasan oleh pasangannya. Pasangan pun berganti-ganti. Ada pula yang berujung di kursi roda karenanya. 

Untuk pergi ke rumah perempuan, rumah khusus perempuan yang mengalami KDRT, bukanlah pilihan karena merasa malu tinggal di rumah yang image-nya negatif. Orang akan memandang sebelah mata. Untuk lapor polisi, para perempuan juga takut karena justru seperti masuk ke kandang singa. Mereka ini ada yang lari karena hutang atau pergi dari keluarganya, menghilang bersama angin. Kalau ke polisi artinya menyerahkan diri.

Sokongan 7 juta per bulan untuk gelandangan

Gelandangan di Jerman bisa mendapatkan dana 446 euro atau kira-kira 7 juta rupiah. Itu setidaknya pengalaman dari Dennis. Ia mendapatkan dana pengangguran kelas II dari Job center atau pusat bursa kerja. Ia sudah 24 tahun berada di jalanan Hamburg. 

Tadinya ia takut untuk mengajukan permohonan tunjangan gelandangan. Takut banget ketemu petugas. Untungnya ada petugas sosial yang membantunya. Hingga sekarang ia bisa mengambil cek dana di Hinz&Kunst. 

Setelah menunjukkan kartu tanda pengenal dan tanda tangan, ia mencairkan uangnya langsung. Budget ini bisa dikirim ke Postbank, salah satu bank yang ada di Jerman. Karena harus dipotong 5 euro, ia nggak mau.

Walaupun ada uang 7 juta sebulan, jangan berharap jadi gelandangan di Jerman, ya? Selain memalukan negara Republik Indonesia dan  ngrepotin keluarga dan orang lain, kehidupan jalanan di Jerman itu kerrrassss dan dingiiiiinnn walaupun musim panas. Bayangin bisa kerokan tiap hari sampai bolong saking seringnya masuk angin, ah.

***

Baiklah, lima hari di Hamburg yang sangat mengesankan, bukan? Aku banyak belajar tentang kehidupan dan mensyukuri apa yang aku punya di Jerman. 

Bertemu dengan gelandangan secara langsung dan mengunjungi tempat-tempat khusus bagi mereka itu juga sesuatu. Ini pasti nggak bakalan ada di jadwal tur ke Jerman yang kalian booking. 

Aku jadi makin tahu bahwa di balik kota besar, banyak cerita sedu-sedan yang mengiris hati. Orang nggak bakalan tahu kalau nggak blusukan.

Aku juga tambah ngeh bahwa walaupun Jerman itu negara modern, maju dan sosialis karena negara sangat memperhatikan setiap individu, rupanya masih ada gelandangan di sana-sini. Jumlahnya pun nggak berkurang, malah bertambah, nih.

Aku kira semua orang hidup aman dan nyaman beratap genting bukan awan. Ternyata nggak begitu. Banyak orang lari dari keluarga, lari dari kenyataan hidup dan memilih hilang serta berada di jalanan yang kejam.

Yup. Semoga ini menjadi wawasan bagi kalian semua di sini. Bersyukur jika kalian masih memiliki keluarga yang melindungi, merawat, menyayangi dan tempat berkomunikasi dalam hidup. "Home sweet home."(GS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun