Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Awetkah Acara Antar Anak di Hari Pertama Sekolah di Indonesia?

27 Juli 2016   16:27 Diperbarui: 27 Juli 2016   16:43 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menikah dan tinggal di Semarang, Indonesia, rupanya tradisi itu terasa juga. Anak yang sekolah di sekolah internasional, juga diantar orang tuanya (yang kebanyakan adalah kaum ekspatriat) pada hari pertama, bahkan beberapa lagi sampai hari-hari berikutnya. Ada prosesi yang melibatkan anak, sekolah dan orang tua pada hari pertama. Hanya segelintir yang diantar sama sopir atau baby sitter. Kebanyakan tetap orang tua masing-masing, entah komplit atau hanya satu saja. Proses penitipan anak untuk dididik di sekolah yang tentu harmonis. Tidak melulu diantar supir atau baby sitter saja. Tidak sekedar; "Tanggung jawab anak di sekolah adalah beban sekolah dan kalau anak sudah di rumah, tanggung jawab ada di pundak orang tua". Bagaimana kalau anak tidak benar perilakunya di sekolah? Tanggung jawab siapa?

Begitu pindah ke Jerman, mulai anak pertama sampai ketiga kami antar ke sekolah pada hari pertama (dari TK sampai SMA). Sepertinya nggak jenak kalau melepas mereka begitu saja jalan kaki atau naik transportasi umum. Sebagai orang tua,  ingin ikut menciptakan suasana tenang dan nyaman si anak untuk menghadapi hari pertamanya di sekolah. Alle Anfang ist schwer kata peribahasa Jerman, yang artinya memulai sesuatu itu pasti sulit rasanya. Dukungan moril kepada anak perlu diberikan. Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda, begitu  pesan iklan di Indonesia jaman dulu.

Nah, kami tidak sendiri, anak-anak lain juga diantar orang tuanya. Mengantarnya juga bukan hanya bapak saja atau ibu saja, banyak yang berdua. Bahkan tak jarang sampai seperti rombongan bedhol desa karena oma, opa, tante, Onkel semua ikut. Banyak pemilik perusahaan, pabrik dan kantor lainnya mengijinkan pekerjanya untuk absen selama mengantar anak ke sekolah pada hari pertama itu. Pengertian yang sangat berharga untuk mendukung tradisi mengantar anak sekolah di hari pertama.

Menurut saya yang paling booming gaungnya di Jerman adalah saat mengantar anak masuk pendidikan dasar, SD. Einschulung namanya. Di mana ada tradisi membuat bungkusan (Schultüte) saat TK besar dan dibuat beberapa hari terakhir sebelum lulus TK, pentas murid-murid kelas 1 yang naik ke kelas 2, Gottesdienst dan foto bersama. “Anak TK sudah besar! Sudah masuk SD“, image acara tercipta seperti itu. 

Partisipasi Gereja

Mayoritas masyarakat Jerman itu Katholik. Tak heran jika tradisi antar anak sekolah di SD daerah kami di Jerman selatan, melibatkan gereja. Orang tua yang beragama Islam tetap mendukung, meskipun tidak ikut berdoa. Mereka mengikuti Gottesdienst, masyarakat membanjiri gereja, mendoakan anak-anak itu agar selamat dan sukses dalam perjalanan menuntut ilmu selama 4 tahun.

Anak-anak dengan baju tanpa seragam sudah duduk di bangku paling depan. Memegangi contong berisi hadiah dan gula-gula (Schultüte). Bungkusan itu mereka buat sendiri bersama guru atau orang tua, ada sekolah yang menganjurkan beli jadi. Isinya, disiapkan orang tua masing-masing. Mengapa? Ini penyemangat anak-anak agar termotivasi. Bukankah peralihan masa TK ke SD itu butuh persiapan psikis yang cukup. Dari masa bermain tanpa calistung, menjadi masa belajar. Semangat!

Atraksi Menarik dan Informasi Penting Sekolah

Ketika anak kami memasuki kelas 5 di Gymnasium (sekolah Jerman yang memungkinkan anak sekolah sampai kelas 13), yang artinya lulus SD, kami juga antar anak ke sekolah sampai di depan kelasnya.

Sebelumnya, sudah ada acara kumpul di balai sekolah. Pihak sekolah memperkenalkan sekolahnya dan program yang ada dalam kurikulum, anak-anak senior tampil dengan atraksi jazz tanz, drama dan koor. Orang tua menikmati, duduk di tribun. Terakhir, semua bersama-sama menuju ruangan masing-masing. Pengenalan atau orientasi sekolah tentang ruangan.

Hari kedua dan seterusnya anak-anak datang sendiri ke sekolah dengan naik bus. Tiket sebesar KTP itu ada 12 buah. Masing-masing dipakai tiap bulan (Januari-Desember). Pemesanan tiket diorganisir sekolah secara kolektif dan dteruskan ke jawatan transportasi umum. Di Jerman tidak ada model antar jemput oleh supir atau baby sitter dengan mobil pribadi. Sekalipun orang tuanya punya pabrik satu atau lima, tidak ada model begitu. Pakai bus, kereta atau sepeda (musim panas)! Mengapa? Selain faktor ramah lingkungan nggak banyak mobil pribadi yang menyesaki jalanan dan membuang gas beracun, juga melatih kemandirian anak. Tidak boleh manja. Bapak cari duit, ibu mengatur duit untuk keperluan rumah dan anak sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun