Mohon tunggu...
gabriele richard
gabriele richard Mohon Tunggu... Wiraswasta - Komponis,arranger,musisi,penulis

Lahir di kota Purbalingga 15 Mei 1966 Ayah mantan TNI yang pensiun dini untuk mengabdi di dinas Kabupaten Purbalingga,wafat tahun 1981 Ibu seorang wanita desa biasa ,wafat tahun 2016 Satu keluarga terdiri dari sembilan bersaudar,yang bungsu telah wafat di jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Penjelajah Petak Petak Takdir

22 Februari 2017   23:21 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:31 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maureen berlari lari kecil di sebuah jalan kecil kampungnya yang kira kira beberapa kilo meter dari kota kelahirannya. Ia agak ditepian sehingga beberapa sepeda yang dibelakangnya masih leluasa melaju melintas di sebelahnuya.Ia lupa bahwa ia sedang mebawa skeranjang buah apel yang dibelinya daro kebun Paman Andrew. Maka ketika ia akan menangkap seekor kupu kupu yang tiba tiba hinggap di sebuah batang melur,keranjangnya lepas dari pegangannya,sebagian menggelinding ke parit dan semak semak..sebagian hanya jatuh dan masih tenang di keranjangnya.

Ia tersenyum kecil,mengingat kecerobohannya.Sesaat ia mengusap dahinya yang berkeringat dan kemudian berjongkok memunguti apel jatuh,tetapi pandangannya tetap kepada kupu kupu yang hanya berpindah kebatnang melur lain .

“ Ada yang bisa kubantu nona?” Tegur seseorang tiba tiba dari belakang Maureen ,ia masih remaja tetapi aksen suaranya agak berat 

“ Oh terimakasih...saya hanya perlu mengumpulkan apel apel ini kekeranjang saya,” Jawab Mauereen dan semakin terburu buru memunguti apelnya.

“ Itulah maksudnya.....................Saya baru datang dari  Baverly,dan ketika di desa ini saya kelaparan ,saya tidak memperoleh makanan dari toko makanan,belum ada yang berniaga makanan di desa ini ” Jawab remaja itu memelas

“ Oh,..anda lapar? Amnda boleh makan apel ini,maaf agak kotor ...jadi anda harus mencucinya beberapa ratus hasta  dari  tempat ini,disana ada pancuran jernih,nah silahkan ambil” Jawab Maureen seraya menyerahkan beberapa apel kepada remaja itu.


“ Terimkasih,berapa dollar saya harus membayar?” Tanya remaja itu

“ Tidak usah,....memang disini tidak ada pedagang makanan dan minuman,kami hanya menjual kepada sesama keluarga dari kakek.Kepada oang tidaki dikenal,kami memberi cuma cuma “ Mauren menjawab seraya membersihkan bluesnya dari debu debu semak.

“ Sekali lagi terimakasih,salam untuk keluargamu.dan saya akan melanjutkan perjalanan..tentu dengan apel ini ” Tanpa menoleh lagi,remaja itu bergegas mengayuh sepedanya kearah desa Maureen

Di sebuah rumah putih  bersih,terdengar tembang country dari sebuah suara berat,diiringi sebuah gitar string yang nyaring .

“ Aku layak mendayung perahu,sebab sungai Misisisipi memerlukanku

Keringat ikan mulai berbau,kutangkap ikan ikan tak tahu diri itu

Agar sungai Misissipi  tak kemuakan dan muntah muntah  

Pasti muntahannya kan  tenggelamkan desaku 

Reff :

Oh Missisipi.Nelayanmu setia disini

Oh Msissipi ,Aku menjelajah takdir  kehidupan saat mencari berkat dari  aliranmu “

“ Paman Gabriele,paman kedatangan laki laki yang ingin mencuci apel?” Tanya Maureen kepada pelantun lagu country itu.

“ Ya,ia barusan lewat dan hanya mencuci apel,tetapi ia tidak segera memakannya,mungkin ia akan memberikan kepada orang lain yang lapar,apelmu?”  penyanyi itu balik bertanya

“ Ya paman,apakah paman yakin ia kearah Chicago ?” Maureen bertanya lagi

“ Ya.....disana banyak anak anak kecil kelaparan akibat keterlambatan pengiriman hasil panen  ...kota itu dilanda krisis pangan sejak pemerintahnya melarang transportasi bermesin dilakukan oleh umum” Jawab penyanyi itu

“ Wah...ini paman aku titip apel untuk ayah dan ibu di keranjang ini.Aku akan membeli dari paman Andrew lagi,aku akn membaginya kepada anak anak di sana “ Kata Mareen dan ia menyerahkan keranjangnya kepada penyanyi itu,

“ Maureen,pakai sepedaku   ,dan nanti aku dan ayahmu akan menyusul” Kata penyanyi itu dan ia menerima keranjang serta mengeluarkan dua buah sepeda ,unuk ia dan untuk Maureen. Selanjutnya saling engambil arah berbeda

Chicago agak lengang,beberapa sepeda lalu lalang dan anak anak hanya duduk duduk ditrotoar se[erti pengemis,tetapi kadangkala terdengar deru mesin mobil pembesar suaranya sangat keras dan menerbangkan debu hingga muncrat keatap rumah

Aku menuntun sepedaku yang sarat keranjang apel...Bu Marty dan  Pak Simon ,orang tua Maureen dibelakangku,ia berbeban yang sama

“ Gabriele,kita orangd esa sanggup membeli apel untuk irang kota yang gudang uangmjangan jangan nati mereka mengira Tuhan sudah bertahta di desa kita yang makmur”  Kata Bu Marty dan Pak Simon terbahak

“ Kekayaan orang kota berladang di gedung walikota dan gubernur,jika walikota dan gubernurnya membuat aturan yang menyebabkan kemiskinan,ya mereka miskin uang.Tetapi kita didesa yang penuh bahan makanan dari sugai dan ladang,akan miskin jika kita tidak rela menyumbangkan sebagain milik kita kepada yang menderita dikota.Sebab mereka akan menjadi berpandangan jahat dan menganggap desa layak dijarah dengan keras “ Jawabku seraya memberikan apel apel kepada beberapa anak yang tidak meminta,mereka sopan dan tidak pengeluh meskipun menderita

“ Betul kata kata mu,selain itu...sudah selayakanya kita berbahagia bisa memberikan yang leat untuk sesama kita yang belum tentu dapat menikmati setiap hari,Tuhan akan menyayangi kita dilangit “ Kata Pak Simon seraya mebagikan apelnya juga

Toiba tiba aku melihat seseorang bersama anak laki lakinya,dan ia memberikan uang bebrapa lembar untuk satu anak.

“ Jenny!!??” tanyaku kepadanya ketika berpapasan dan hampir bersamaan membagi kepada kelompok anak anak yang sama

“ Gabriele ?!..ha...ha ...ha...masih belum berubah kamu,hidupmu mengabdi kepada kebaikan..........” Jawab Jenny yang adalah manyan kekasihku,dan kami berpisah ketika gedung sekolah kami terbakar  sehingga ayahku memindahkan aku ke desa bersama keluarga Maureen,Kami masih serumpun

“ Jenny ....hidup tidak mungkin berubah,ada siang hari yang melelahkan dan ada malam hari yang sejuk,tetapi hati bisa berubah jika takdir kehidupan sudah menghakimi kita...Buktinya,hatimu beubah untuk bersedia menikah dengan ayhnya ,siapa putramu itu? Padahal dulu berjanji untuk bersamaku sampai kapanpun” Jawabku,setengah becanda dan setengah menggugat...

“ Kamu salah Gabriele,hatiku tidak berubah tetap menyayangmu sampai kapanpun,tetapi jika takdir mendamparkan aku untuk menjadi tangan Tuhan disini berbagi kasih bersama anakku yang ayahnya kaya raya memiliki segalanya untuk berbagai,apa aku salah? janji kebersamaan kita bukan janji untuk menikah,sebab kita sudah waspada,takdir keadaan hidup sewaktu aktu bisa menggeser rencana...maafkan aku “ Ia tersedu sedu dan memluk puteranya

“ Ayah ...ibu...paman.......!!! Seru Mauereen yang tiba tiba meluncur dari seberang jalan,rupanya ia melihat kami berada di tempat itu

“ Maureen...kenalkan ini ibu Jenny,ayah dari ...nah...kamu tadi yang menucuci apel kan?” Tanyaku kepada putera Jenny yang tersipu sipu,..iapun berjabat tangan dengan Maureen

“ Jadi Stewart itu putera ibu Jenny? teman Paman dimasa sekolah? Oh,aku senang mengenalnya..sekarang tanggal berapa Stewart?” Tanya Maureen setelah berkomentar tentang perkenalannya tadi barusan

“ Tanggal 14 February,apakah akan kamu ingat seperti mengingat Hari Valentine dijaman Gereja Ortodox ?” Tanya Stewart

“ Ya...sebab kita baru saja bertemu ketika semua mencurahkan kasih sayang kepada sesama ,....apakah kamu berminat untuk terus bersahabat denganku?” Tanya Maureen seperti tajkut kehilangan Stewart

“ Ya..aku berminat..tetapi aku tidak berminat menceraikan ayahku dengan ibu untuk dinikah pamanmu...ha...ha...ha ..“ Jawab Stwart seraya berbahak.Maka kamipun merayakan pertemuan itu disebuah lapangan rumput ,menggelar selembar karpet kecil,hanya mengunyah apel seraya bernostalgia panjang,Ach....kehidupan adalah membentuk kita semua menjadi penjelajah takdir

                 -                                             Tamat                     -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun