Mohon tunggu...
Ahmad Fuad Afdhal
Ahmad Fuad Afdhal Mohon Tunggu... Dosen - Ph.D.

Pengamat isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mitos Masyarakat Terpolarisasi karena Pemilu

25 Desember 2018   01:30 Diperbarui: 25 Desember 2018   03:51 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu pada dasarnya tidak terpisahkan dari demokrasi. Entah itu memilih Perdana Menteri, Presiden, atau anggota Kongres. Pasti ada hingar bingar dan keriaan. Oleh karena itu julukan lain dari Pemilu adalah Pesta Demokrasi. Sebagaimana suatu pesta, maka pesta demokrasi selalu ditunggu masyarakat karena hanya dilaksanakan dalam waktu khusus dan tertentu. 

Sama seperti pesta pada umumnya, maka pesta demokrasi mensyaratkan waktu, energi, pemikiran, tenaga, dan sumber daya finansial. Bedanya dengan pesta biasa, sisanya adalah letih karena menguras banyak hal.

 Sementara, pesta demokrasi menyisakan sesuatu yang berupa ekses, yaitu terjadinya polarisasi masyarakat atas dasar pengelompokan Pemilu. Terbelahnya masyarakat atau terjadinya polarisasi di masyarakat pada dasarnya sudah terjadi sebelum Hari H dari Pemilu sendiri. Saat kampanye bahkan jauh sebelum dimulainya kampanye polarisasi terjadi seperti pada persiapan kampanye. Ini sesuatu yang lumrah sebagai fenomena sosial. 

Tidak ada yang aneh. Sebagai fenomena sosial, polarisasi memang tidak bisa dicegah, Bagaimanapun polarisasi akan merefleksikan dinamika masyarakat dalam berpartisipasi dalam Pemilu. Boleh jadi bahwa polarisasi , masyarakat adalah indikasi masyarakat kepada mereka yang bersaing dalam Pemilu. 

Akan halnya polarisasi di masyarakat, sebetulnya tidak tepat. Karena polarisasi akan bermakna terjadinya dua kutub, hitam dan putih. Padahal kita melupakan yang abu-abu, mereka yang di tengah. Dalam istilah politik, mereka yang moderat akan selalu menjadi penyeimbang. 

Walau kemudian, mereka yang moderat pada akhirnya memilih satu kontestan, tidak berarti mereka berpindah ke salah satu kutub. Walau begitu, yang moderat memang tidak bisa dikelompokkan dengan mereka yang die-hard. Mereka yang moderat justru yang akan memainkan peranan penting dan signifikan dalam mematangkan kehidupan demokrasi di suatu negara. 

Juga ini akan mematangkan dan mendewasakan masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun, jalan yang akan dilalui bukan merupakan jalan raya yang mulus seperti tol Jagorawi. 

Sebaliknya akan penuh tantangan berupa jalan berliku, terjal, dan terkadang menanjak. Faktor: Terjadinya polarisasi di masyarakat bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama, adalah polarisasi karena faktor ideologi. Faktor ini boleh jadi kadarnya yang paling berat. Tidak heran jika faktor ideologi pesannya bagi terbentuknya polarisasi. Faktor ini yang alasan terbentuknya kelompok die-hard. Umumnya mereka agak jauh dari kompromi. Penyebabnya karena sudah meresapi faktor ideologi yang menjadi basis dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Ini yang dikenal sebagai partisan idologi. 

Kedua, adalah faktor geografis. Polarisasi berdasarkan geografi yang pada dasarnya karena aspek kultural dan politik, nampaknya tidak terlalu dominan dibandingkan karena lokasi yang membagi suatu negara karena geografi. Kalaupun ada perbedaan namun kurang tajam. 

Ketiga, polarisasi yang disebabkan oleh faktor sosial.Karakteristik sosial seperti umur, gender, agama, dan ras akan mewarnai polarisasi sosial. Dampak dari aspek-aspek ini cukup bervariasi terhadap terbentuknya polarisasi. Walaupun bisa dikategorikan berbagai jenis polarisasi. Akan tetapi dalam realitanya terjadi polarisasi yang merupakan campuran dari lebih satu faktor. 

Sebagai contoh adalah polarisasi masyarakat Sudan, yang awalnya diduga merupakan polarisasi karena agama. Belakangan setelah terjadinya Republik Sudan Selatan ternyata faktor yang lebih merupakan penyebab adalah merupakan aspek ekonomi karena Sudan Selatan mempunyai sumber-sumber minyak. Celakanya di dalam negara Sudan Selatan juga terpolarisasi karena memperebutkan sumber-sumber minyak.

Realita politik:

Kalau mengamati realita politik kita saat ini telah terjadi perubahan anggota tiap koalisi antara tahun 2014 dengan sekarang. Namun yang bersaing tetaplah Prabowo dengan Jokowi. Akan tetapi, oleh karena pasangan masing-masing berubah. Maka tidak bisa serta merta sama. Bagaimanapun Sandiaga Uno tidak sama posisinya dibandingkan dengan Hatta Rajasa. 

Sementara perbedaan besar dalam persepsi masyarakat terhadap Jusuf Kalla dibandingkan dengan Ma'ruf Amin. Alhasil persaingan 2014 todak identik dengan persaingan 2019. Faktor lain yang membedakan antara persaingan 2014 dengan persaingan 2019 adalah bahwa tidak terjadi prolog menjelang persaingan 2014, sedangkan pada persaingan 2019 terjadi prolog yaitu Pilkada DKI. Tidak sedikit pengamat politik bahwa Pilkada DKI dengan menangnya pasangan Anies Baswedan dilihat sebagai pemanasan atau test case bagi Prabowo dan kawan-kawan. Sementara itu, faktor pemilih pemula sebetulnya biasa saja dan selalu ada di tiap Pemilu. 

Akan tetapi, istilah itu sudah berubah maknanya. Jelasnya, yang menjadi sorotan adalah kelompok millenial. Kelompok tidak identik dengan pemilih. Kelompok pemula adakah mereka yang akan ikut pertama kali dalam Pemilu dengan usia sebagai patokannya. Sedangkan kelompok millenial yang juga disebut sebagai generasi Y adalah mereka yang lahir di antara tahun 1980 sampai dengan tahun 1990-an.

 Aspek yang menarik dari kelompok millenial adalah mereka pada umumnya mengecap pendidikan tingkat universitas. Kemudian, mereka optimis dan yakin bahwa secara finansial mereka akan memiliki masa depan yang baik. Secara ekonomi. Untuk itu kelompok millenial telah mengidentifikasikan sebagai generasi optimis, kreatif, dan inovatif. Kelompok millenial bisa dilihat sebagai peluang dan juga tantangan.

 Satu hal bahwa jumlah kelompok millenial cukup banyak dan signifikan. Memahami kelompok millenial menjadi peluang jika bisa dipahami dinamikanya. Tentu saja sangat diharapkan jika mereka akan tinggi partisipasinya dalam Pesta Demokrasi. Lain halnya jika tidak mampu kelompok millenial sehingga potensinya tidak bisa disalurkan sehingga menarik diri dari keikutsertaan dalam Pemilu. Ini tantangan yang serius. Tengok saja saat Pemilu saat Trump vs Hillary Clintonm ternyata sangat banyak kelompok millenial yang berpartisipasi.

Polarisasi:

Kembali sebagai polarisasi, apakah mitos, atau bukan? Kalau kita lihat apa yang terjadi di dunia politik di Amerika Serikat dengan Demokrat dan Republik, sepintas terjadi polarisasi. Namun, polarisasi itu hanya di antara elite politik antara pemuka partai Republik dengan partai Demokrat. Sementara di kalangan masyarakat, polarisasi hanya terlihat menjelang Pemilu,saat Pemilu, dan beberapa bulan setelah Pemilu. Setelah itu yang disebut tidak merupakan keadaan masa lalu. Tentu saja keadaan tiap negara akan berbeda. 

Hanya saja, dampak Pemilu terhadap polarisasi hanya merupakan temporer. Sifat sementara ini dengan sendirinya telah mematahkan bahwa hanya mitos belaka polarisasi terjadi akibat Pemilu. Bagaimana dengan keadaan Indonesia yang sedang dalam tahun politik?Terlihat bahwa suhu politik begitu panas seperti polarisasi telah terjadi. 

Namun di masyarakat yang merupakan silent majority sulit untuk menyimpulkan terjadi polarisasi. Kalaupun ada hanya bersifat sementara. Lain lagi dengan para elite politik, boleh jadi polarisasi memang merupakan konsekuensi logis dari dinamika persaingan. 

Tentu saja sangat diharapkan bahwa polarisasi hanya merupakan simtom, yang dengan sendirinya akan berangsur hilang jika da faktor-faktor yang sangat signifikan yang mau tak mau akan menyatukan masyarakat dan hilangnya polarisasi. Sebagai fenomena sosial polarisasi memang sesuatu yang biasa. Namun usai Pemilu fenomena ini akan surut. Bahkan akan sirna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun