Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jurusan Pendidikan Guru, Minat atau Pelarian?

28 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 1 Februari 2023   05:02 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber gambar : freepik/Drazen zigic

Guru adalah seorang pejuang tulus tanpa tanda jasa mencerdaskan bangsa (Ki Hadjar Dewantara)

Musim ujian masuk perguruan tinggi negeri sebentar lagi nih. Pastinya adik-adik yang duduk di kelas 12 SMA dan gap year (alumni) sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti SBMPTN eh maksudnya SNBT

Sejak keluarnya keputusan Kemdikbudristek mengenai skema baru  pada seleksi masuk perguruan tinggi negeri, maka ada perubahan pada tes tertulis. Namanya pun berubah. Dari UTBK-SBMPTN menjadi SNBT (Seleksi Nasional Berdasarkan Tes).

Bila pada SBMPTN materi yang dujikan meliputi Tes Potensi Skolastik, Tes Kemampuan Bahasa Inggris, dan Tes Kemampuan Akademik, maka pada SNBT materi yang diujikan berupa Tes Potensi Skolastik, Literasi Bahasa Indonesia dan Inggris, dan Penalaran Matematika.

Ngomong-ngomong soal ujian tertulis, saya jadi teringat,masa-masa ketika menyiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri. Mulai dari mengikuti program bimbingan belajar intensif, mengikuti try out, berdiskusi, hingga konsultasi jurusan.

Dalam memilih jurusan sebaiknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan. Sebagai orang yang sudah lama berkecimpung dalam dunia perbimbelan, saya mendapati bahwa kebanyakan para calon mahasiswa akan memilih jurusan yang populer, seperti kedokteran, teknik, manajemen, ekonomi dan akuntansi.

Sementara jurusan pendidikan guru menjadi pilihan kedua atau ketiga. Para calon mahasiswa kebanyakan tidak menempatkan jurusan tersebut pada jurusan prioritas. Tujuh dari sepuluh siswa, misalnya, memilih jurusan pendidikan guru dengan alasan ‘jaga-jaga’ jika mereka tidak lulus di pilihan pertama atau kedua. 

Hal itu sah-sah saja sih. Hanya saja yang disesalkan adalah ketika lulusan pendidikan guru,  tidak bekerja sebagai guru. Banyak yang seperti itu. Salah seorang teman saya, misalnya, lulusan pendidikan guru tetapi bekerja di sebuah bank. Akta mengajarnya terbuang sia-sia.

Saya  bukan lulusan pendidikan guru. Saat saya melamar di beberapa sekolah, saya sempat  ditolak karena ketiadaan akta mengajar meski saya sudah punya pengalaman  mengajar di bimbingan belajar. 

Saya yang sangat membutuhkan akta mengajar untuk bisa mendapatkan pengalaman mengajar di sekolah waktu itu, agak jengkel dengan sikap teman saya sebab saya hanyalah satu dari sekian banyak orang yang terkendala mengajar hanya karena administasi.

Dunia pendidikan di negeri ini memang aneh. Ada orang-orang yang terpanggil untuk mengajar malah terbentur selembar akta. Sementara orang-orang yang hanya menjadikan profesi guru sebagai pelarian, malah membuang pencapaiannya yang diperoleh selama duduk di bangku kuliah.

Memang pendapat saya  ini terkesan  subjektif dan menghakimi. Biar bagaimanapun hidup adalah pilihan. Teman saya yang memilih berkarir sebagai pegawai bank itu tidak sepenuhnya salah. Tetapi setidaknya kita bertanggung jawab terhadap sesuatu yang sudah kita peroleh. 

Maka dari itu, sebelum memutuskan untuk memilih jurusan pendidikan guru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. 

Pertama, minat. Pastikan jurusan yang dipilih memang sesuai dengan minat. Jangan sampai salah pilih karena hal ini berkaitan dengan masa depan. Jika sesuatu yang kita kerjakan sesuai dengan minat, disertai juga dengan niat, pasti semuanya berjalan dengan baik. Tidak ada keluahan karena kita mengerjakannya dengan senang hati.

Kedua, bertanggung jawab. Bertanggung jawablah pada sesuatu yang sudah kita pilih. Jika tidak menyukainya, jalani saja dulu. Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu.  

Saya pun awalnya tidak ingin menjadi guru. Saya ingin menjadi jurnalis. Begitu menamatkan kuliah, saya langsung menjatuhkan lamaran ke berbagai surat kabar di kota saya dan tidak ada satupun yang memanggil saya. Hiks. Sedihnya. Saya terlalu pede sih. 

Akhirnya saya menjatuhkan lamaran di sebuah bimbingan belajar. Diterima. Saya tidak mempunyai akta mengajar sehingga saya tidak bisa menjatuhkan lamaran ke sekolah. Tak apa, yang penting dapat pengalaman saja dulu, pikir saya waktu itu. Ternyata dunia mengajar penuh tantangan tetapi menyenangkan. Banyak hal yang saya pelajari di sini. 

Mengajar menjadi sesuatu hal yang saya sukai selain menulis. Dari suka menjadi cinta ketika saya diterima mengajar di sebuah sekolah. Saya suka dipanggil ‘Ibu ’ oleh anak-anak. 

"Selamat Pagi, Bu!” Begitu sapa mereka. Membuat saya terharu serasa seperti memiliki anak sendiri. Apalagi kalau hari guru. Saya mendapatkan kado dan kartu ucapan terima kasih dari mereka.

Ketiga, komitmen. Saya pikir profesi apapun yang kita jalani  tentunya membutuhkan komitmen yang tinggi agar bisa meningkatkan kualitas diri dan profesi yang kita geluti. Hal ini juga dapat membuat kita selalu berpandangan positif.

Menjadinya guru sejatinya  dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas. Bukan sekedar selingan, apalagi pelarian. Bukan hanya sekedar profesi, melainkan juga panggilan hati. Jangan sia-siakan akta mengajarmu bila sudah memperolehnya karena ada banyak orang yang sangat membutuhkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun