Mohon tunggu...
Fransiskus Adryanto Pratama
Fransiskus Adryanto Pratama Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Menulis untuk Keabadian

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Ibu

25 April 2020   15:06 Diperbarui: 25 April 2020   15:04 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Di gubuk tua, selekas menegak kopi pagi

Aku pernah bertanya pada ibu, perihal ayah yang tak lekas pulang dari ladangnya yang menahun

Tangan ibu yang tampak keriput dimakan usia, membelai rambutku, barangkali kutu-kutu masih menempel di kepalaku

Aku enggan berdebat soal pada ibu, soal itu, bagiku jamahan sang ibu adalah larik doa yang paling mujarab dari setiap harap

Asap hitam membumbung tinggi dari gubuk kami pagi itu, sementara percakapan kami dengan ibu perihal ayah tak kunjung usai bila kususun dalam satu buku

Ibu selalu punya cara unik setiap tanya dari mulut kami yang polos padanya

Bibirnya tampak masih pandai mendongeng dan bercerita apapun, kala kami anaknya bertanya soal ayah yang tak lekas pulang

Padahal, kepulangannya adalah rindu yang menggunung dalam Sukma kami yang menahun tak kunjung menyurut

Jawabannya singkatnya, selalu menjawab tunggu saja nak

Darinya kami belajar, perihal tunggu, bukanlah hal yang membosankan

Sebab, tunggu adalah pelajaran yang tak pernah diajarkan di manapun selain dari bibirnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun