Pada akhirnya, polemik tunjangan rumah DPR hanyalah puncak dari gunung es persoalan yang jauh lebih dalam. Masalah utama bukan sekadar besarnya tunjangan, tapi arah prioritas kebijakan negara. Apakah negara masih berpihak pada rakyat, atau justru lebih peduli menjaga kenyamanan elit politik?
Negara seharusnya belajar menata ulang prioritas. Rumah bukanlah barang mewah, tapi kebutuhan dasar manusia. Jika tunjangan rumah bagi DPR bisa dijamin, seharusnya program perumahan rakyat juga dijadikan prioritas mutlak. Bukan sekadar jargon politik, melainkan program nyata yang menjangkau semua lapisan masyarakat.
Polemik ini juga mengingatkan bahwa kepercayaan rakyat pada wakilnya sedang diuji. Kesenjangan antara kehidupan DPR dan rakyat terlalu mencolok. Jika tidak segera diperbaiki, rasa ketidakadilan ini bisa berkembang menjadi krisis kepercayaan yang lebih dalam.
Kamu yang sedang berjuang menabung untuk rumah pertama mungkin sudah lelah mendengar janji manis tentang program perumahan rakyat. Tapi justru karena itulah penting untuk terus menuntut perubahan. Negara tidak boleh hanya jadi penyedia fasilitas untuk elit, melainkan harus benar-benar hadir untuk rakyat kecil yang masih mengubur mimpi punya rumah sendiri.
Penutup
DPR boleh saja menikmati tunjangan rumah, tapi rakyat berhak menuntut perlakuan yang sama. Mimpi punya rumah tidak boleh hanya jadi milik segelintir orang yang duduk di kursi Senayan. Selama negara ada, keadilan sosial seharusnya nyata, bukan sekadar janji di atas kertas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI