Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

UU Cipta Kerja Nyatanya Belum Melindungi Hak Pekerja!

28 April 2025   08:32 Diperbarui: 28 April 2025   08:32 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh Sritex membentangkan spanduk Selamatkan Kami Pak Prabowo (KOMPAS.com/Labib Zamani)

Kamu mungkin pernah mendengar cerita indah tentang bagaimana UU Cipta Kerja dirancang untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Tapi mari kita jujur sejenak. Kalau mau jernih melihatnya, kita akan sadar: undang-undang ini lebih banyak berbicara dalam bahasa kekuasaan ketimbang keadilan sosial. Seolah-olah kita disuruh bermimpi besar, tapi dibangunkan dengan tamparan realita yang pedih.

Dalam tulisan ini, aku ingin mengajak kamu melihat UU Cipta Kerja dari perspektif yang jarang diangkat: bahwa undang-undang ini tidak sekadar mempermainkan hak pekerja, tapi juga sedang secara sistematis mendesain ulang hubungan kerja di Indonesia, dengan arah yang jauh dari keberpihakan pada manusia kerja itu sendiri.

Mari kita pelajari lebih dalam.

UU Cipta Kerja Legalisasi Besar-besaran atas Prekarisasi

Kalau kamu bekerja lepas, kontrak jangka pendek, atau outsourcing, mungkin kamu sudah akrab dengan istilah "kerja tanpa kepastian". Nah, UU Cipta Kerja ini sebenarnya mengukuhkan itu secara hukum. Bukan sekadar membolehkan outsourcing dan kontrak, tapi membuka jalan lebar untuk prekarisasi sebuah kondisi di mana pekerjaan tidak lagi menjanjikan stabilitas hidup.

Apa maksudnya? Dalam konteks ini, pekerja bukan hanya kehilangan hak-hak normatif seperti pesangon, cuti panjang, atau jaminan pensiun. Mereka juga kehilangan daya tawar sosial. Karena sewaktu-waktu, perusahaan bisa bilang, "Kontrakmu habis," dan itu sah menurut undang-undang.

Bahkan, sektor-sektor yang sebelumnya relatif aman seperti keuangan, teknologi, dan pendidikan kini mulai masuk dalam jebakan fleksibilitas kerja. Kamu yang lulusan universitas ternama pun tetap bisa berakhir sebagai karyawan kontrak abadi tanpa jalur karir yang jelas.

Secara sosiologis, ini membentuk generasi baru yang selalu merasa 'sementara' di dunia kerja. Tidak pernah merasa cukup aman untuk memikirkan masa depan panjang. Dan yang paling menyedihkan, prekarisasi ini kini sudah dianggap "normal"  seolah-olah memang beginilah nasib pekerja zaman sekarang.

Upah Minimum Antara Janji Politik dan Ilusi Ekonomi

Salah satu janji paling sering diulang pemerintah adalah bahwa UU Cipta Kerja tetap menjaga hak pekerja lewat upah minimum. Tapi kalau kamu cermati lebih dalam, mekanisme pengupahan yang diatur di UU ini justru semakin menjauhkan pekerja dari jaminan kesejahteraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun