Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Kakek dan Nenek Sudah Tidak Ada, Mudik Sekarang Berbeda

27 Maret 2025   07:58 Diperbarui: 27 Maret 2025   16:22 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinamika Keluarga yang Berubah

Dulu, kakek dan nenek adalah poros yang menyatukan semua anggota keluarga. Mereka adalah alasan utama mengapa anak-anak dan cucu-cucu dari berbagai kota rela menempuh perjalanan panjang demi berkumpul. Namun, setelah mereka tiada, dinamika keluarga pun berubah.

Saudara-saudara yang dulu rutin berkumpul di rumah kakek dan nenek mungkin mulai memiliki agenda masing-masing. Ada yang memilih untuk mudik ke rumah mertuanya, ada yang lebih nyaman menghabiskan waktu di kota tempat mereka tinggal, dan ada juga yang merasa tak ada lagi alasan kuat untuk pulang. Akibatnya, tradisi kumpul keluarga besar yang dulunya hangat perlahan memudar.

Perubahan ini tak jarang menimbulkan rasa kehilangan yang lebih dalam. Ada perasaan sepi dan sedikit rasa canggung ketika pertemuan keluarga tidak lagi seperti dulu. Namun, meski keadaan berubah, bukan berarti silaturahmi harus terputus.

Menciptakan Tradisi Baru

Meski kehilangan sosok kakek dan nenek mengubah banyak hal, bukan berarti esensi mudik harus hilang. Justru, ini bisa menjadi kesempatan untuk menciptakan tradisi baru yang tetap menjaga keharmonisan keluarga.

Jika dulu rumah kakek dan nenek menjadi pusat berkumpul, kini bisa saja giliran orang tua kita atau saudara tertua yang mengambil peran tersebut. Bisa juga, keluarga memilih berkumpul di tempat lain yang lebih netral, seperti vila atau penginapan di daerah yang mudah dijangkau oleh semua anggota keluarga.

Selain itu, silaturahmi tak selalu harus dilakukan secara fisik. Dengan kemajuan teknologi, kita tetap bisa terhubung dengan keluarga besar melalui panggilan video atau media sosial. Meski tidak bisa menggantikan pertemuan langsung, setidaknya ini bisa menjadi cara untuk tetap menjaga komunikasi dan kebersamaan.

Menjaga Kenangan agar Tetap Hidup

Walaupun kakek dan nenek telah tiada, kenangan tentang mereka tetap bisa kita jaga. Salah satu cara terbaik adalah dengan meneruskan nilai-nilai yang mereka wariskan kepada generasi berikutnya.

Misalnya, jika nenek dulu selalu memasak makanan khas saat Lebaran, kita bisa belajar resep tersebut dan menjadikannya bagian dari tradisi keluarga. Jika kakek dulu selalu mengajarkan nilai gotong royong dan kebersamaan, kita bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengajarkannya kepada anak-anak kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun