Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kepolisian Institusi yang Penuh Problematik atau Cerminan Sistem yang Rusak?

26 Februari 2025   08:11 Diperbarui: 26 Februari 2025   08:11 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kasus yang sempat menjadi sorotan adalah penanganan demonstrasi mahasiswa yang berakhir dengan tindakan represif dari aparat. Gas air mata, pemukulan, hingga penangkapan sewenang-wenang seolah menjadi pemandangan yang wajar dalam aksi-aksi protes. Padahal, dalam demokrasi, demonstrasi adalah hak asasi yang dilindungi oleh undang-undang.

Tak hanya itu, praktik kekerasan dalam proses interogasi juga menjadi isu yang mengkhawatirkan. Banyak tersangka yang dipaksa mengaku dengan cara-cara yang tidak manusiawi, mulai dari pemukulan hingga penyiksaan psikologis. Kasus "salah tangkap" pun sering kali terjadi akibat penyidikan yang tidak transparan dan mengandalkan pengakuan paksa ketimbang bukti yang valid.

Brutalitas semacam ini menunjukkan bahwa masih banyak aparat yang melihat kekuasaan sebagai alat untuk menekan dan menakuti masyarakat, bukan sebagai tanggung jawab untuk melindungi dan mengayomi.

Sistem Perekrutan yang Bermasalah?

Salah satu akar dari banyaknya problematika dalam kepolisian adalah sistem perekrutan yang tidak transparan dan sarat dengan praktik nepotisme serta jual-beli jabatan.

Di Indonesia, masuk akademi kepolisian bukan hanya soal kemampuan atau prestasi, tetapi sering kali juga soal "uang pelicin" dan koneksi. Tak sedikit yang mengaku harus mengeluarkan ratusan juta rupiah hanya untuk bisa lolos seleksi.

Dampaknya jelas, mereka yang masuk bukan berdasarkan kualitas dan dedikasi, melainkan berdasarkan siapa yang memiliki akses dan kekuatan finansial. Akibatnya, ketika sudah resmi bertugas, banyak polisi yang merasa perlu "mengembalikan modal" dengan cara mencari celah untuk mendapatkan uang tambahan, baik melalui pungli, suap, maupun praktik ilegal lainnya.

Jika dari awal mereka sudah terbiasa dengan sistem yang kotor, bagaimana kita bisa berharap mereka akan menjadi aparat yang jujur dan profesional?

Hukum yang Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Salah satu alasan mengapa banyak masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap kepolisian adalah karena hukum yang diterapkan tidak adil.

Ketika masyarakat kecil melakukan kesalahan, mereka bisa dengan mudah ditindak dan dihukum tanpa ampun. Namun, ketika yang melakukan kesalahan adalah pejabat, pengusaha, atau bahkan anggota kepolisian sendiri, kasusnya sering kali menguap begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun