Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Masyarakat Indonesia Lebih Suka Konsumsi Berita Hoax?

25 Februari 2025   18:06 Diperbarui: 25 Februari 2025   16:21 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minimnya Literasi Digital dan Kegagalan dalam Verifikasi Fakta

Salah satu tantangan terbesar dalam melawan Hoax adalah rendahnya tingkat literasi digital masyarakat Indonesia. Banyak orang belum memahami bagaimana cara mengecek sumber berita, membedakan informasi yang valid dari yang menyesatkan, atau mengenali pola penyebaran berita palsu.

Laporan dari Program for International Student Assessment (PISA) 2019 menunjukkan bahwa tingkat literasi membaca di Indonesia masih berada di bawah rata-rata global. Jika seseorang tidak terbiasa membaca dengan kritis, mereka akan lebih mudah terjebak dalam jebakan informasi yang salah.

Lebih dari itu, minimnya kebiasaan membaca secara mendalam juga menjadi masalah tersendiri. Kebanyakan orang hanya membaca judul tanpa membuka isi berita secara keseluruhan. Inilah yang membuat teknik clickbait sangat efektif dalam menyebarkan Hoax. Judul yang provokatif sering kali cukup untuk membentuk opini publik, meskipun isi berita sebenarnya bertentangan atau bahkan tidak relevan dengan judulnya.

Dimensi Sosial Ketakutan, Kelompok, dan Propaganda

Faktor sosial juga memainkan peran besar dalam maraknya konsumsi berita Hoax. Dalam masyarakat yang sangat kolektif seperti Indonesia, informasi yang datang dari teman, keluarga, atau kelompok sosial sering kali dianggap lebih kredibel dibandingkan media resmi.

Misalnya, jika sebuah informasi disebarkan oleh tokoh agama atau figur publik yang dihormati, banyak orang cenderung menerimanya tanpa verifikasi lebih lanjut. Ini sejalan dengan teori social proof, di mana seseorang lebih mudah percaya pada sesuatu jika banyak orang lain yang juga mempercayainya.

Selain itu, ada juga faktor ketakutan yang dimanfaatkan oleh penyebar Hoax untuk memperkuat pesan mereka. Dalam situasi krisis, seperti pandemi COVID-19, misinformasi tentang obat, konspirasi, atau teori palsu dapat menyebar lebih cepat dibandingkan fakta ilmiah. Ketika orang berada dalam kondisi ketidakpastian, mereka lebih rentan terhadap informasi yang memberikan kepastian, meskipun itu tidak benar.

Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah propaganda politik. Dalam beberapa tahun terakhir, Hoax sering digunakan sebagai alat untuk membentuk opini publik dan menjatuhkan lawan politik. Banyak berita palsu yang sengaja disebarkan untuk memengaruhi persepsi masyarakat terhadap suatu tokoh atau kebijakan tertentu.

Dampak Nyata dari Hoax di Masyarakat

Jika dibiarkan terus berkembang, penyebaran berita Hoax dapat menimbulkan konsekuensi serius. Salah satu dampak paling nyata adalah meningkatnya polarisasi di masyarakat. Ketika orang lebih banyak terpapar informasi yang menyesatkan, mereka cenderung menjadi lebih fanatik terhadap keyakinan mereka dan sulit menerima sudut pandang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun