Padahal, stunting bukan sekadar akibat dari kemiskinan atau kurangnya infrastruktur. Faktor utama yang memicu stunting justru berkaitan dengan pola asuh orang tua, akses terhadap pangan bergizi, serta sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika desa tidak memiliki program yang kuat dalam aspek ini, maka aliran dana sebesar apa pun tidak akan mampu membawa perubahan yang nyata.
Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dalam seribu hari pertama kehidupan juga menjadi tantangan serius. Banyak keluarga di pedesaan yang masih menganggap bahwa makanan pokok seperti nasi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, tanpa memahami pentingnya protein hewani, vitamin, dan mineral dalam mendukung pertumbuhan optimal.
Ketidakefektifan Program Gizi dan Kesehatan di Tingkat Desa
Di atas kertas, Dana Desa bisa digunakan untuk mendukung berbagai program kesehatan, termasuk pengadaan makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, penyuluhan tentang pola makan sehat, serta peningkatan layanan Posyandu dan Puskesmas. Sayangnya, di banyak desa, program-program ini sering kali hanya bersifat seremonial dan tidak dijalankan secara konsisten.
Salah satu masalah yang sering terjadi adalah kurangnya tenaga pendamping yang memiliki kapasitas dalam menangani isu gizi dan kesehatan anak. Kader Posyandu, yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam edukasi gizi, sering kali tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dan hanya berperan dalam penimbangan berat badan anak tanpa memberikan solusi konkret bagi ibu-ibu yang memiliki anak berisiko stunting.
Selain itu, banyak desa yang masih menghadapi kendala dalam menyediakan air bersih dan sanitasi yang layak. Infeksi akibat sanitasi buruk, seperti diare dan cacingan, menjadi penyebab utama anak-anak gagal tumbuh meskipun mereka sudah mendapatkan asupan makanan yang cukup. Jika akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik tidak diperbaiki, maka sulit untuk berharap bahwa angka stunting bisa turun secara signifikan.
Kurangnya Transparansi dan Pengawasan dalam Pengelolaan Dana Desa
Dana Desa yang jumlahnya besar tentu saja mengundang berbagai tantangan dalam pengelolaannya. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana ini. Di beberapa daerah, dana yang seharusnya digunakan untuk program kesehatan dan gizi malah dialihkan untuk proyek lain yang lebih menguntungkan secara politis bagi aparat desa.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa kali menemukan kasus penyalahgunaan Dana Desa yang menyebabkan program-program penting, termasuk upaya penurunan stunting, tidak berjalan dengan optimal. Tanpa pengawasan yang ketat, sulit untuk memastikan bahwa dana yang dialokasikan benar-benar digunakan sesuai peruntukannya.
Di sisi lain, birokrasi yang rumit juga sering menjadi penghambat dalam implementasi program yang berbasis kesehatan dan gizi. Proses pencairan dana yang berbelit-belit serta minimnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah desa sering kali membuat program terhambat atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
Apa yang Harus Diperbaiki?