Mohon tunggu...
Francisca S
Francisca S Mohon Tunggu... Amicus Plato, sed magis amica veritas

Pengajar bahasa, Penulis novel: Bisikan Angin Kota Kecil (One Peach Media, 2021)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Konklaf Disamakan dengan Pemilihan Presiden dan Bintang Idola

3 Mei 2025   19:30 Diperbarui: 3 Mei 2025   19:30 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik baru saja berpulang tanggal 21 April 2025 yang lalu, dan telah dimakamkan pada hari Sabtu, 26 April 2025 di Basilika Santa Maria Maggiore, di kota Roma, Italia. Saat ini, Gereja Katolik masih berada dalam masa berkabung selama 9 hari yang dihitung sejak Paus Fransiskus dimakamkan hingga 4 Mei 2025.

Berpulangnya Paus Fransiskus berarti adanya kekosongan Takhta Suci saat ini, yang disebut dengan istilah Sede Vacante. Untuk ini Gereja Katolik akan melakukan konklaf, yakni pemilihan seorang Paus baru yang akan meneruskan pendahulunya, yang akan dipilih oleh para kardinal dari seluruh dunia yang datang dan berkumpul di Vatikan. Dewan Kardinal pun telah menetapkan tanggal dimulainya konklaf untuk memilih Paus ke-267 ini, yaitu pada tanggal 7 Mei 2025 yang akan datang di Cappella Sistina di Vatikan.

Arti Kata Konklaf

Kata konklaf sendiri berasal dari bahasa latin cum clave. Dalam bahasa Italia, con la chiave. Con adalah preposisi yang artinya "dengan" sementara chiave artinya  "kunci". Jadi arti harfiahnya adalah "dengan kunci". 

Makna dari kata ini melambangkan di mana para kardinal dalam proses pemilihan seorang Paus yang baru akan berada di sebuah tempat atau ruangan yang dikunci, tidak melakukan kontak dengan orang-orang di luar, dan tanpa alat-alat komunikasi untuk menjaga kerahasiaan semua yang terjadi di dalam ruang pemilihan. Untuk hal ini pun para kardinal diambil sumpahnya.

 
Ingar Bingar di Media Sosial

Berita-berita tentang konklaf sudah mulai bermunculan bahkan sejak Paus Fransiskus masih dirawat di rumah sakit pada bulan Februari hingga Maret yang lalu. Demikian cepat para jurnalis mengangkat berita yang berhubungan dengan konklaf saat itu, dengan judul-judul seperti, "Siapa pengganti Paus Fransiskus?", "Bagaimana jika Paus tidak dapat meneruskan tugasnya karena sakit?"

Kini setelah Paus Fransiskus wafat. Berita-berita serta unggahan-unggahan seputar konklaf atau siapa yang akan menjadi Paus yang baru, terlihat semakin heboh memenuhi berbagai media, khususnya media sosial, seperti YouTube, Instagram, hingga aplikasi percakapan. Baik itu kanal berita resmi, maupun unggahan-unggahan dari akun-akun perorangan.

Apa yang banyak saya lihat dan baca di situ saat ini, saya nilai tidak sesuai lagi dengan makna dan bagaimana proses konklaf itu sendiri. Misalnya berita dengan judul-judul seperti berikut, "Inilah para kandidat kuat yang akan menjadi Paus yang baru" dengan menayangkan deretan foto dan informasi beberapa kardinal yang akan mengikuti konklaf. Atau "He Will Be The Next Pope" dalam unggahan video short.

Lalu para follower atau viewer pada unggahan itu beramai-ramai menuliskan komentar-komentar mereka. Seperti, "Saya pilih dia", "Yang ini orangnya simpatik.", "Oh please para kardinal, jangan pilih dia!",  "Oh no, not him" disertai berbagai bentuk emoji. Yang satu pilih kardinal ini, yang lainnya mendukung kardinal itu, lalu beradu pendapat karena tidak sama pilihannya. Ini mirip sekali dengan persaingan antar pendukung dalam pemilihan bintang idola atau pemiihan presiden di media sosial.

Label-label khusus pun bermunculan disematkan bagi beberapa kardinal oleh media dalam berita-berita yang ditayangkan. Sebagai contoh, Kardinal Luis Antonio Tagle yang berasal dari Filipina, yang mendapat sebutan Bergoglio dari Asia karena memiliki kedekatan atau kesamaan akan prioritas dan arah karya-karya pastoral yang dijalankan oleh Paus Fransiskus sebelumnya, yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio. Label-label yang membuat para follower akun medsos tersebut semakin ramai berkomentar. Bahkan cuplikan video lama saat Kardinal Tagle menyanyikan lagu Imagine di atas panggung pun diunggah di medsos dan kini menjadi viral. Sementara itu di salah satu media Indonesia, yang menarik perhatian saya beberapa waktu yang lalu, adalah judul berita yang menuliskan bahwa ada isu ramai yang mengatakan Kardinal Ignatius Suharyo dicalonkan menjadi Paus.

Penggunaan media sosial yang terus semakin meluas dari waktu ke waktu, yang dapat menayangkan hampir semua hal dengan mudah, sepertinya mendorong terciptanya suasana ingar bingar konklaf kali ini. Karena di situ orang-orang bisa bebas bersuara, bebas memuji, bebas mencemooh, beradu pendapat dengan orang-orang yang bahkan sama sekali tidak dikenal. Orang-orang merasa bahwa apa pun boleh dilakukan tanpa ada aturan. Ditambah lagi tren di era saat ini bahwa semua hal harus menjadi viral. Apa saja dibuat menjadi viral.

Tidak ada yang salah bila banyak orang yang peduli atau memberikan perhatian akan pelaksanaan konklaf ini. Malahan itu sesuatu yang baik bila bersama-sama memiliki harapan terpilihnya seorang Paus baru yang bisa memberikan banyak kebaikan tidak hanya bagi Gereja Katolik, tapi juga untuk dunia yang sedang dilanda banyak kekacauan dan peperangan saat ini.

Sementara bagi kanal-kanal berita resmi, tentu itu adalah tugas para jurnalis sebagai pewarta berita untuk menyampaikan informasi yang berguna seputar konklaf kepada masyarakat luas.

Namun, apakah hal seperti yang disebutkan di atas itu tepat bagi sebuah proses pemilihan seorang Paus yang baru? Apakah tepat beramai-ramai memberikan vote di medsos untuk hal ini, memberi komentar negatif untuk seorang kardinal elektor, atau memviralkan video lama seorang kardinal menjelang pelaksanaan konklaf? 

Apakah tepat membuat judul-judul berita dengan bumbu-bumbu yang terkesan memancing agar situasi semakin ramai di kolom komentar? Atau membuat judul berita yang dapat membuat bingung pembaca yang tidak tahu info yang sebenarnya tentang proses konklaf? Seperti berita tentang Kardinal Ignatius Suharyo yang disebutkan di atas. Beliau memang salah satu kardinal elektor, yang berhak memilih dan dipilih dalam konklaf ini karena beliau adalah seorang kardinal yang berusia di bawah 80 tahun. Salah satu syarat untuk mengikuti konklaf. Jadi, itu bukanlah isu, dan masalah dicalonkan.

Tujuan menayangkan berita atau tulisan memang untuk dibaca oleh orang lain, tapi tidak  melulu semua harus viral, bukan?! Dan hasil konklaf tidak berdasarkan berapa orang yang memberikan komentar atau suka dan tidak suka akan seorang kardinal di medsos.

Menemukan Pilihan Tuhan

Saya seorang umat Katolik biasa, bukan seorang ahli apa pun tentang gereja. Saya hanya tahu hal-hal umum dan pengetahuan dasar dalam Gereja Katolik yang saya dapatkan sejak kecil dari orang tua dan pendidikan di sekolah. Dan dengan pengetahuan dasar itu cukuplah untuk memahami hal-hal umum tentang konklaf. Bahwa pemilihan ini bukanlah pemilihan seorang presiden, bukan perebutan kursi antar partai politik, bukan juga seperti ajang pemilihan bintang idola yang butuh vote dari pendukungnya, atau seperti pemilihan pesepak bola terbaik dunia Ballon d'Or yang perlu vote dari para jurnalis. Dilihat dari makna nama pemilihan ini saja serta prosesnya sudah berbeda.  

Ini adalah proses memilih seorang gembala umat yang akan memimpin Gereja Katolik di seluruh dunia. Seorang pelayan gereja yang akan mengemban tugas yang berat, demi kebaikan Gereja Katolik, umat, dan dunia. Bukan hal main-main, atau untuk bersenang-senang. Bukan hal untuk mencapai ambisi pribadi, karir, atau mencari kepopuleran. Seperti yang dikatakan juga oleh Kardinal Ignatius Suharyo."Keinginan menjadi Paus adalah sikap bodoh." Bahkan Paus Fransiskus pun, pada satu kesempatan pernah menjawab pertanyaan seorang anak kecil yang bertanya kepada beliau, "Apakah Anda memang ingin menjadi Paus? Dan Paus Fransiskus pun menjawab "Tidak."

Dalam konklaf para kardinal bersama-sama akan berusaha menemukan kehendak Tuhan. Siapa yang akan dipilihNya. Memang melalui para kardinal lah Paus yang baru akan terpilih. Namun, akhirnya Tuhan sendirilah yang akan memilih wakil Kristus selanjutnya di dunia ini, sebagai penerus Santo Petrus. Sehingga dalam prosesnya akan dibarengi dengan laku doa yang terus menerus. Bukan suasana ingar bingar. Serta memohon bimbingan Roh Kudus untuk dapat memilih sesuai kehendak Tuhan. Inilah yang dipercayai oleh Gereja Katolik.

Jadi, bila ada yang menyebutkan kardinal-kardinal tertentu sebagai kandidat kuat untuk menjadi Paus yang baru, menurut saya itu pilihan kata yang kurang tepat. Hal itu lebih tepat bila digunakan untuk menulis berita pemilihan presiden, yang bisa menggunakan perhitungan statistik untuk peluang keterpilihannya. Masih bisa diprediksi. Tidak demikin dengan konklaf. Pilihan kata-kata "kandidat kuat" itu seperti mendahului kehendak Tuhan. Karena semuanya masih misteri. Hanya Tuhan yang tahu.  

Sekiranya kita bisa bersama-sama menghormati pemilihan ini sebagaimana tujuan dan makna sebenarnya, memahami perbedaannya. Bagi siapa saja yang memang peduli dengan hasil konklaf ini, kiranya bisa membantu melalui doa agar konklaf ini dapat berjalan dengan lancar dan aman. Dan khususnya bagi umat Katolik, dapat berdoa agar Roh Kudus hadir untuk membimbing para kardinal dalam pemilihan ini untuk menemukan pilihan Tuhan. Hingga kita dapat melihat asap putih keluar dari cerobong asap Cappella Sistina, dan kemudian mendengar melalui Kardinal Protodiakon sebuah gaudium magnum: Habemus Papam!

Oleh:

Francisca S

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun