Mohon tunggu...
Arah Waktu
Arah Waktu Mohon Tunggu... wiraswasta

Wiraswasta | Penggagas Ide | Pelaku Usaha Mandiri Berpengalaman mengembangkan usaha dari nol, berfokus pada solusi kreatif dan inovatif untuk kebutuhan sehari-hari. Percaya bahwa setiap tantangan adalah peluang untuk tumbuh.

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku Skenario Alternatif Jika Tan Malaka Jadi Presiden Pertama Indonesia

9 Juni 2025   06:33 Diperbarui: 9 Juni 2025   06:33 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Review Buku Skenario Alternatif Jika Tan Malaka Jadi Presiden Pertama Indonesia
Sebuah Imajinasi Historis yang Terasa Lebih Nyata dari Sejarah Resmi

Sebagai pembaca buku sejarah dan sastra, saya jarang menemukan sebuah buku yang mampu mengaduk perasaan, menggelitik akal sehat, sekaligus membakar semangat seperti Skenario Alternatif Jika Tan Malaka Jadi Presiden Pertama Indonesia. Buku ini bukan hanya menyajikan ulang peristiwa sejarah dengan kacamata "bagaimana jika", tapi menghidupkan kembali sebuah kemungkinan yang selama ini hanya kita bisikkan dalam diskusi kelas atau obrolan gelap di pojok warung kopi.

Buku ini bukan tentang glorifikasi Tan Malaka sebagai tokoh sempurna. Ini adalah sebuah skenario yang digarap dengan penuh imajinasi, ketelitian naratif, dan kedalaman ideologis. Penulis tidak hanya mengajak pembaca membayangkan apa yang akan terjadi jika Tan Malaka menggantikan Soekarno dalam sejarah proklamasi, tapi membangun ulang seluruh struktur negara berdasarkan cita-cita Tan Malaka yang selama ini terkubur di pinggiran sejarah resmi Indonesia.

Membaca buku ini seperti menyusuri jalan alternatif yang mungkin tidak kita pilih, tapi dalam hati kecil kita tahu: jalan ini seharusnya pernah dipertimbangkan lebih serius.

Prolog yang Menampar Kesadaran

Buku ini dibuka dengan kontras yang sangat tajam namun sangat manusiawi. Di satu sisi Soekarno, dengan retorikanya yang agung, popularitasnya yang membahana, dan posisinya yang strategis. Di sisi lain Tan Malaka, tokoh buronan, ideolog keras kepala, dan hidup di bawah bayang-bayang konspirasi. Tapi narasi tidak berhenti di sana. Penulis lalu menyusun ulang sejarah lewat celah kecil---kematian Hatta di penjara Banda Neira, yang mengubah jalur sejarah dan memaksa para pemuda mengambil sikap radikal.

Dan dari sinilah segalanya berubah. Bukan Soekarno yang membacakan proklamasi. Tapi Tan Malaka, di lapangan kecil di Bukittinggi, tanpa pengeras suara, tanpa media, tanpa teks diplomatik. Tapi justru karena kesederhanaannya, proklamasi itu terasa lebih jujur, lebih menggetarkan.

Revolusi Bukan Sekadar Politik

Yang membuat buku ini begitu menyentuh adalah cara penulis menarasikan revolusi bukan hanya sebagai peristiwa politik, tapi sebagai peristiwa sosial. Pemerintahan Tan Malaka dalam buku ini tidak dibangun oleh elite politik atau jenderal perang, tapi oleh guru desa, petani Klaten, buruh pabrik, dan aktivis perempuan yang selama ini hanya menjadi latar dalam buku sejarah konvensional.

Tan Malaka tidak membuat kabinet penuh gelar dan pidato. Ia membentuk pemerintahan yang bertanya hal paling mendasar: bagaimana agar anak-anak bisa membaca, petani bisa punya tanah sendiri, buruh tidak hanya jadi alat produksi, dan negara tidak jadi boneka kapital asing. Semua hal itu ditulis bukan dalam bahasa manifesto, tapi dalam potongan-potongan kisah harian rakyat yang terasa sangat nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun