Mohon tunggu...
chairul iman
chairul iman Mohon Tunggu... -

TK, SD, SMP Alix, SMA 34, FEUI, karyawan hingga sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Repost - Galau

15 April 2012   14:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ini suratku yang kedua padamu…

Dulu aku kehilangan seseorang. Figur itu kukenal selama 16 tahun lamanya. Lagi liburan sekolah, menjelang masuk kelas 2 SMA. Dua minggu sudah aku pergi, sejak terakhir kucium punggung tangannya untuk pamit menginap. Iapun juga akan pergi keluar kota, ada proyek sepertinya. Entahlah…

Hari itu, Minggu pagi aku dibangunkan. Dibawah tangga sudah ada ibuku dan saudara-saudaraku… aku duduk.. tiba-tiba aku dipeluknya. "Bapak meninggal..", samar kudengar darinya. Pikiranku kalut. "Apa dayaku ibu?", hati ini bersahut… Pagi itu kami menjemputnya di bandara. Diri ini membisu, seraya mendekap erat tangan ibu yang bergetar. Pesawat turun dari langit, menyampaikan takdirNya. Entah apa yang kupikirkan saat itu.

Dua hari berlalu, handai taulan pun datang. Menyampaikan belasungkawa serta kepingan kenangan, yang kusambut dengan senyum. "Mengapa?", "Akupun tak mengerti", jiwa ini saling berbicara.. Lubang itu menganga, dengan gundukan tanah disebelahnya. Tak sadar setetes duka jatuh dari mata. Aku menyekanya.. "Allahu akbar.. Allahu akbar.." adzanpun berkumandang, membuatnya tak sanggup kuseka.

Tiga hari itu, sejak lubang terbungkus tanah, tetes mata tetap melekat. Hingga musim berganti, ia tetap ada walau dihati. Bahkan ketika aku menyatakan kasihku padamu… Tiga minggu kemudian nurani ini bangun oleh nasehat guruku, "Engkau hanya berlari anakku… dari belaian ayahmu kepada belaian kekasihmu..". Aku telah berbohong… padamu.. padaku.. Saat itu juga aku berpisah, supaya galau dihati dapat kuhapus selamanya.

Sudah berapa tahun terlewati? 4 tahun? 5 Tahun? Tabir itu masih ada. Sampailah pada saat ini, aku berpamit pada kenangan. Namun ia tetap akan ada, direlung satu jiwa, membuat aku berani menyatakannya… bahwa aku selalu menyayangimu, dan berharap engkau kembali… bersamaku, temani tapak kaki melangkah.. Tunggulah aku pulang kembali..

Batavia, suatu hari menjelang Ramadhan…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun