Balai Desa Sukamaju malam itu gemerlap lampu hias. Di sisi panggung, Mas Panudi---host Ngobrol DESA---mengatur mikrofon, sementara Suryokoco Suryoputro atau biasa dipanggil Pakde Koco memeriksa prompter dengan serius. Mereka hendak menyiarkan dialog publik pertama tentang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 49/2025.
PMK 49/2025 berdehem pelan di rak meja, membentang lembar-lembar pasalnya bak sayap burung elang.
"Aku tak sabar melebarkan janji modal murah," bisiknya, huruf-hurufnya bergetar semangat.
Lampu sorot tua di langit-langit menimpali: "Tenang, Aturan Muda, tugasmu menerangi, tugasku menyorot."
Di barisan kursi biru, Itong---pemantik diskusi---berdiri, mengenakan kemeja putih. Kepala Desa dan Pengurus KDMP duduk di depan; warga memenuhi ruangan. Di layar besar, tampak rekaman Presiden Prabowo memberi pidato:
"Koperasi desa adalah jembatan emas ekonomi kerakyatan," ujar Presiden, suaranya mantap.
Di pojok ruangan, jam dinding desa berdetak gugup: "Tok... tok... semoga janji ini tak hanya berlalu seperti angin."
Angin malam hiruk-pikuk di jendela: "Hei Jam, aku datang membawa kabar desa, jangan ragukan harapan."
Mas Panudi kemudian membuka acara:
"Selamat malam, Sahabat Desa! Kita ngobrol santai soal PMK 49/2025. Pertama, kita dengar dulu kesaksian Pengurus KDMP."
Pengurus KDMP bangkit. Di tangannya, proposal tebal:
"Bapak-ibu, kami mengajukan pinjaman Rp 2,4 miliar---80 % untuk cold-storage, 20 % operasional. Bunga 6 %, tenor 6 tahun."
Tiba-tiba proposal itu berdesis kecil: "Bawalah aku ke bank, aku siap meyakinkan petugas kredit!"
Pengawas KDMP mengangkat telunjuk, menekan dramatis:
"Tapi ingat, laporan triwulanan harus ditempel di papan desa. Transparansi harga mati!"
Papan pengumuman yang kusam sontak berbinar: "Ah, akhirnya aku tak hanya memajang jadwal ronda!"
Hadir pula Pejabat Bank HIMBARA. Jasnya licin, senyum profesional:
"Kami siap mencairkan bertahap. Namun, bila cicilan macet, Dana Desa jadi cadangan. Setuju?"