Seketika Kepala Desa menatap cemas. Denting dramatis menggantung.
Kepala Desa: "Bagaimana kalau usaha tak untung? Dana Desa menyangkut pembangunan jalan dan pencegahan stunting!"
Dana Desa yang tertidur di buku kas tiba-tiba terjaga: "Aku bukan kambing hitam, aku cadangan keselamatan, gunakan aku bijak."
Buku kas meraba angka-angkanya: "Jangan biarkan dindingku bergetar karena hutang, tolong kelola dengan hati."
Itong kemudian berdiri dengan kedua kruknya. Lalu melangkah ke depan, suara tenang namun tegas:
"Pak Kades, di sinilah peran pendamping. Kita hitung coverage ratio minimal 120 %. Bila omzet turun, ada rencana diversifikasi."
Di sudut lain, mesin cold-storage impian berbisik dari brosur glossy: "Dinginku akan memelihara cabai dan tomat warga, jangan khawatir, aku menghasilkan."
Tomat-tomat di laci hayal ikut bersorak: "Kami siap panjang umur demi cicilan tepat waktu!"
Dialog memanas ketika seorang warga petani bangkit:
"Kalau panen gagal karena cuaca, siapa tanggung jawab?"
Awan mendung di luar jendela bergetar, suaranya lirih: "Salahkan aku lagi, ya?"
Pakde Koco maju, layaknya sutradara drama desa:
"Justru di situ perlunya buffer kas 10 % dan asuransi tani. Kita tak boleh menggantungkan takdir pada cuaca semata."
Butir-butir hujan---yang baru saja lahir di langit---menahan diri: "Baiklah, kami janji jatuh perlahan, beri jeda untuk panenmu."
Rantai sepeda motor pengantar logistik di parkiran berderit semangat: "Aku siap mengantarkan produk desa ke pasar kota, menggandakan omzet!"
Dengan dramatis, Bupati memasuki ruangan sambil membawa map merah.
Bupati: "Musdes ini saya nyatakan sahkan. Saya akan kawal proses di tingkat kabupaten."
Map merah mengepak-ngepak, bagai burung merpati: "Aku bawa mandat desa ke gedung bank."
Sri Mulyani hadir lewat konferensi video, wajah di layar 70 inci:
"Gunakan aplikasi akuntansi. Ingat, laporan lambat berarti lampu kuning fiskal!"
Icon grafik aplikasi melompat di layar, berseru: "Mari kita lukis laba dengan garis naik."
Setelah palu diketuk, gemuruh tepuk tangan mengisi balai. Palu musdes menoleh ke mikrofon: "Dari zaman penjajahan aku memutuskan aturan---kali ini aku ketuk harapan."