Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sang Warna Terakhir [Satu-Merah]

2 November 2021   17:15 Diperbarui: 13 November 2021   07:59 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sang Warna Terakhir Sumber: pixabay.com

Meski bersikap siaga, aku memutuskan untuk mengikuti keinginan lelaki itu. Selain niatku sebelumnya, saat ini aku benar-benar ingin tahu siapa dia dan mengapa dia seolah begitu mengenalku. Mungkin saja lelaki itu akan menyampaikan hal-hal yang memang ingin kuketahui. Aku menggangguk kecil dan berkata, "Baiklah."

Aku melangkah tak jauh dari pintu depan yang kututup sekenanya. Berada di antara jalan dan rumah, aku merasa pagi ini agak berbeda. Tak ada suara burung yang berkicau seperti biasanya. Matahari semakin benderang, namun belum ada kendaraan atau orang yang melintas. Suasana di sekitar kami begitu hening dana keheningan itu terasa menggelisahkan. Aku mulai menggerak-gerakkan ujung sandalku. Kerikil-kerikil yang beradu menimbulkan suara seperti gigi yang gemeletuk dalam mulutku.

"Kalila, seorang putri tunggal yang hidup menyendiri," kata-kata meluncur dari bibir lelaki itu, "itu dirimu, bukan?"

"Kau membuatku semakin penasaran," kataku sambil meremas-remas kedua tanganku yang mulai lembap, "siapa kau sebenarnya dan apa tujuanmu?"

Lelaki itu menatapku, lalu mengerutkan dahinya, "Bila aku mengatakan bahwa aku adalah pelindungmu, kau akan percaya?"

"Apa?" Suaraku memecah keheningan. "Pelindung apa? Untuk apa? Semua ini semakin membingungkan. Cepat katakan sebelum aku menganggap kau orang gila!" seruku kesal bercampur cemas. Aku mulai berpikir untuk meninggalkan lelaki itu jika ia hanya ingin bermain teka-teki dan mengatakan hal-hal yang tak berguna.

Lelaki itu bersedekap dan menatap kita dengan sabar. "Jika aku mengatakan segalanya, apakah kau mau mendengarkan? Kau mau memercayaiku? Karena apa yang akan kukatakan, mungkin sulit untuk kau terima."

"Katakan saja," desakku tak sabar, "jangan buang waktu lagi."

"Baiklah, orang yang sedang berdiri di hadapanmu sekarang adalah pelindungmu. Aku datang untuk menjawab kegelisahanmu. Memberitahumu hal-hal yang ingin kau ketahui. Sekarang, jawab pertanyaanku, pernahkah kau merasakan keganjilan-keganjilan dalam hidupmu?"

Pertanyaan itu menghantam kesadaranku. Lelaki itu sangat mengenalku. Namun, apakah aku bisa memercayainya? Bagaimana jika semua yang dikatakannya hanyalah kebetulan semata? Bukan tidak mungkin, ia hanyalah seseorang yang sedang bermain-main dengan kelengahanku.

"Percayai aku atau tidak sama sekali." Lelaki itu lalu bersiul-siul gembira, seakan tak mengindahkan kebimbanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun