Mohon tunggu...
Firman Rahman
Firman Rahman Mohon Tunggu... Blogger Kompasiana

| Tertarik pada finance, digital marketing dan investasi |

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kisah Pilu "Tari" Si Gajah Kecil di BTN Tesso Nilo Riau, Sebuah Potret Wildlife in Crisis dan Ancaman Kepunahan

2 Oktober 2025   19:41 Diperbarui: 2 Oktober 2025   19:41 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari Si Gajah Kecil di BTN Tesso Nilo Riau (Gambar: Dok. BTN Tesso Nilo)

Kondisi ini menjadi pembunuh diam-diam bagi populasi gajah. TNTN memiliki luas sekitar 83.000 hektar. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa puluhan ribu hektar telah dirambah dan diubah menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal dan permukiman.

  • Jalur Migrasi Terputus: Gajah adalah satwa penjelajah. Mereka membutuhkan bentang alam yang luas untuk mencari makan dan bereproduksi. Perambahan menciptakan 'pulau-pulau' kecil habitat yang terisolasi. Ketika jalur migrasi mereka terpotong oleh sawit dan jalan, mereka terpaksa berhadapan langsung dengan manusia.
  • Konflik Manusia dan Satwa Liar (KMSL): Fragmentasi habitat secara langsung memicu KMSL. Gajah yang kelaparan karena kehilangan sumber pangan di hutan yang menyusut, mulai memasuki perkebunan atau desa. Reaksi manusia seringkali berupa penjeratan, peracunan, atau penembakan, yang berujung pada kematian.

2. Perburuan Liar (Poaching)

Meskipun gajah betina seperti Tari tidak memiliki gading sebesar pejantan, perburuan tetap menjadi ancaman. Gajah jantan diburu untuk gadingnya, yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar gelap. Kematian gajah jantan dewasa merusak struktur sosial dan populasi gajah secara keseluruhan, memperlambat proses reproduksi dan pemulihan populasi.

3. Korporasi dan Tata Kelola yang Lemah

Dugaan korupsi alih fungsi kawasan menjadi permukiman dan lemahnya penegakan hukum terhadap perambah besar menunjukkan adanya masalah tata kelola yang jauh lebih dalam. Konservasi tidak akan berhasil tanpa komitmen politik yang kuat dan integritas kelembagaan. Jika kawasan konservasi itu sendiri rawan disalahgunakan, gajah dan satwa liar lainnya akan terus menjadi korban.

Kisah Tari, yang mati tanpa tanda sakit di usia belia, bisa jadi adalah cerminan dari tekanan stres yang ekstrem di habitatnya yang terdesak. Meskipun penyebab pasti kematiannya harus diselidiki secara tuntas (kemungkinan keracunan, penyakit, atau stres akut), ia tetap menjadi simbol dari kegagalan kita melindungi mereka.

Konservasi Berbasis Kolaborasi adalah Pilar Utama Kesuksesan Menghadapi Wildlife in Crisis

Kisah pilu Tari harus menjadi titik balik, bukan hanya duka sesaat. Kita harus mengakui bahwa model konservasi tradisional yang hanya mengandalkan papan larangan dan patroli tidak lagi memadai di tengah ancaman yang begitu masif.

Solusinya haruslah sistemik dan berkelanjutan, yaitu dengan membangun Pilar Utama Kesuksesan: Konservasi Berbasis Kolaborasi.

Konservasi di sini bukan sekadar papan larangan, melainkan sebuah ekosistem pengelolaan yang melibatkan multi-pihak. Hal ini dilakukan sebagai upaya kolektif yang menuntut peran aktif dari:

1. Pemerintah dan Lembaga Konservasi (Pemegang Kebijakan)

  • Penegakan Hukum Tegas (Zero Tolerance): Tidak ada kompromi terhadap perambahan, perburuan, dan korupsi di kawasan konservasi. Aset para perambah besar harus disita dan direstorasi.
  • Restorasi Ekosistem: Melakukan reboisasi besar-besaran di area yang dirambah, khususnya di jalur migrasi gajah. Ini juga termasuk memperluas wilayah jelajah (koridor) gajah.
  • Integrasi Pembangunan: Memastikan kebijakan pembangunan daerah (Riau khususnya) tidak bertabrakan dengan kepentingan konservasi.

2. Masyarakat Lokal dan Adat (Garda Terdepan Konservasi)

  • Pemberdayaan Ekonomi: Memberikan alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan dan tidak merusak hutan, seperti ekowisata berbasis komunitas atau pertanian lestari.
  • Pelibatan dalam Patroli: Membentuk dan memberdayakan Masyarakat Peduli Api/Konservasi (MPA/MPK) yang secara aktif terlibat dalam pemantauan dan pencegahan.
  • Edukasi dan Kearifan Lokal: Menghidupkan kembali kearifan lokal tentang hidup berdampingan dengan gajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun