Mohon tunggu...
Raden Firkan Maulana
Raden Firkan Maulana Mohon Tunggu... Pembelajar kehidupan

Menulis untuk Kehidupan yang Lebih Baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Mupusti Pare," Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan yang Membuat Bumi Tersenyum

27 Agustus 2025   12:43 Diperbarui: 27 Agustus 2025   15:17 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lahan sawah dik Kasepuhan (Sumber: Solehpudin/Antropolog Kemendesa)

Kegiatan Mipit ini bertujuan memetik batang padi yang masih utuh hingga batangnya. Batang padi sudah dipetik tersebut lalu diikat dan dijemur selama beberapa minggu hingga kering. Setelah kering, lalu dimasukkan ke dalam "Leuit" atau lumbung.

Sehari sebelum kegiatan Mipit dilaksanakan, para warga masyarakat Kasepuhan menyiapkan perlengkapan prosesi adatnya berupa bambu, tali dan kayu yang nantinya akan digunakan untuk menjemur dan mengikat hasil panen. 

Para tetua adat, mulai dari ketua adat yaitu Abah melakukan prosesi adat "Ngembangkeun" atau menziarahi makam para leluhur. Selanjutnya warga masyarakat Kasepuhan memulai prosesi adat "carita impit".

Ritual tersebut adalah prosesi mendatangi para orang tua masing-masing dengan membawa berbagai makanan, uang dan beras. Mereka menghadap orang tua untuk meminta doa restu agar selalu diberikan keselamatan dan juga hasil panen yang berlimpah. Selain itu mereka mengucapkan rasa terima kasih atas restu yang sudah diberikan selama proses penanaman padi sampai nanti hingga melakukan panen.

Dalam prosesi adat Mipit, ada tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu; (1) Mabay, mempunyai maksud untuk meminang, proses pinangan ini berguna dalam memilih dua dapuran padi yang bersisian dan dianggap serasi untuk selanjutnya disatukan dalam satu ikatan menggunakan daun padi yang telah dianyam; 

(2) Mipit pare, kegiatan adat ini dilaksanakan menjelang pagi hari dengan menggunakan sebilah pisau kecil. Mipit pare ini memotong batang padi sesuai ukuran sekepal tangan dari padi yang telah dipetik; 

(3) Dibuat, prosesi adat ini yaitu memetik padi yang dilakukan oleh semua kalangan baik laki-laki, perempuan, orang tua, dan anak-anak hingga hasil panen diletakkan di penyimpanan sementara.

Nganyaran.

Prosesi adat ini adalah untuk menikmati hasil panen atau ngabukti dari padi yang telah ditanam di tahun tersebut. Prosesi ini diawali dengan kegiatan nutu atau menumbuk padi yang dilakukan secara bersamaan oleh para perempuan yang sudah menikah.

Kegiatan nutu ini dilakukan dengan alat penumbuk padi tradisional yaitu "lesung" sebanyak 13 buah. Prosesi selanjutnya adalah "ngisikan" atau mencuci beras yang sudah ditumbuk. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan "nyangu" yaitu memasak nasi yang dipimpin langsung oleh istri dari abah (emak alit).

Kegiatan "Nganyaran" ini menghabiskan waktu sekitar 2 jam, sejak dari mengolah padi menjadi beras, dimasak menjadi nasi serta memasak lauk pauk. Masakan yang sudah dimasak nantinya akan disuguhkan kepada para tetua adat beserta keluarganya dan juga dibagikan kepada seluruh masyarakat Kasepuhan.

Ngadiukeun.

Prosesi adat yang terakhir adalah puncak prosesi adat terakhir dalam acara Upacara Seren Taun. Ngadiukeun ini ditandai dengan memasukkan dan mendudukkan ikat padi yang sudah dipanen secara simbolik ke dalam lumbung keramat (Leuit si Jimat).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun