Di Kasepuhan, masyarakat melakukan kegiatan bercocok tanam padi di huma (ladang berupa lahan kering) dan di sawah (lahan basah).
Salah satu Kasepuhan yang masih melakukan kegiatan bercocok tanam padi di dua lahan tersebut adalah Kasepuhan Cipta Gelar, Sirna Resmi dan Gelar Alam.
Kegiatan menanam padi di huma lebih dulu muncul di masyarakat Kasepuhan, sebelum pertanian menetap di lahan sawah. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan makanan, maka bercocok tanam padi di sawah dilakukan juga.
Hal yang menarik adalah lokasi penanaman padi di huma sering berpindah tempat setiap tahunnya terkait dengan kondisi kesuburan tanah yang berkurang setelah ditanami padi.
Selain itu hal ini merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Kasepuhan, agar lokasi huma yang telah ditanami padi akan memulihkan kesuburan tanahnya kembali.
Sehingga hasil panen padi di huma setiap tahunnya tidak menentu jumlahnya karena tergantung dengan kesuburan tanah di lokasi huma pada tahun penanaman.
Pertanian padi di Kasepuhan hanya mengandalkan kesuburan tanah, sama sekali tidak menggunakan pupuk kimiawi dan pestisida.
Kegiatan pertanian menanam padi di huma dan sawah yang dilakukan masyarakat Kasepuhan mempunyai aturan adat yang sangat penting dan sakral. Sistem pertanian di masyarakat Kasepuhan mempunyai kearifan lokal yaitu aktivitas pertanian yang selaras dengan kondisi alam lingkungan sekitar.
Tradisi Pertanian dari Leluhur
Sesuai ajaran leluhur, masyarakat Kasepuhan hanya menanam padi satu kali per tahun. Ajaran ini khusus untuk lahan bertani di huma, yang dimaksudkan agar tanah yang ditanami padi bisa subur kembali.