By. Firdaus Depari
Aku menempuh jalan yang berembun sunyi,
tempat waktu bernafas perlahan di antara jiwa-jiwa yang letih.
Langit menunduk, bumi berdoa dalam diam,
sementara langkahku mencari makna
di antara cahaya yang tak sempat kusebut nama.
Kadang hidup terasa seperti mimpi
yang lupa bangun;
aku berbicara pada sunyi,
dan sunyi menjawab dengan bahasa yang lebih dalam dari kata.
Aku melihat diriku di tepi cermin kesadaran:
setengah cahaya, setengah gelap.
Antara ingin mengerti dan ingin percaya.
Di sana, segala logika menjadi daun kering,
gugur di hadapan angin yang bernama Roh.
Ada saat aku menuduh Tuhan
telah meninggalkan jalanku,
padahal Dialah yang menunggu
di jalan yang tak pernah kupilih.
Kini aku tahu,
tersesat bukanlah hilang,
melainkan panggilan untuk pulang lebih dalam---
ke ruang batin tempat keheningan berdoa,
dan jiwa belajar menjadi tenang.
Aku berhenti mencari arah,
karena setiap napas ternyata menuju Dia.
Kesadaran pun berubah menjadi samudra:
aku tenggelam di dalamnya,
bukan karena lelah,
tetapi karena akhirnya mengerti,
bahwa hidup adalah doa yang berjalan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI