Hari itu, Oding sungguh terlihat seperti tuan raja yang baru pulang ke istana. Kedatangannya disambut bahagia oleh kedua orang tua---yang tentu saja bukan peristiwa kebetulan terjadi. Karena Tuhan telah menjawab do'a-do'a pak Sumardi dan bu Lilis, selama bertahun-tahun lamanya ditinggal pergi oleh Falah.
      "Ya, mungkin begitulah salah satunya, pak. Intinya saya dibesarkan oleh seorang penjahat."
      "Ya sudah, nak. Coba silahkan dipikirkan kembali, dengan tawaran saya sebelumnya. Apa nak Oding mau jika tinggal di pesantren? Masalah biaya itu, biar bapak dan ibu saja yang menanggung. Bagaimana?" Oding terhenti sejenak.
      "Pak... " dari arah dapur, bu Lilis memanggil suaminya tercekat.
      "Sebentar ya, nak." Pak Sumardi memberi kesempatan Oding untuk berpikir.
      "Iya, ada apa bu?"
      Alih-alih setelah mendengar riwayat Oding, ibu Lilis teringat kembali perihal kematian anaknya, Falah. Seketika itu, bu Lilis enggan kembali duduk berbincang-bincang dengan Oding.
      "Ibu tenang aja, Oding ini kan sama-sama sebagai korban juga, bu." Pak Sumardi mendekatkan mulutnya di belakang telinga istrinya.
      "Pokoknya, besok kita harus segera pergi ke tempat pak Kyai."
      "Tapi, pak... "
      "Sutttt," pak Sumardi menempelkan telunjuk di bibir istrinya.