Mohon tunggu...
Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar Mohon Tunggu... Dosen - Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Penggemar sastra & filsafat. Pengamat hukum

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Analisis Perbandingan Sistem Hukum Amerika Serikat dan Indonesia

5 Mei 2013   00:10 Diperbarui: 4 April 2017   17:00 33934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13676856711364236527

Di Indonesia sebenarnya juga tidak terlalu berbeda, pengadilan-pengadilan selain berwenang mengadili sengketa, juga dapat menilai keabsahan suatu perundang-undangan yang menjadi dasar dari suatu hubungan hukum  yang diperselisihkan oleh para pihak, sepanjang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan  diatasnya. Hanya saja dalam sistem peradilan Indonesia kewenangan menilai terbagi menjadi dua. Bagi peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang yang bertentangan dengan Undang-Undang, kewenangannya diberikan kepada Mahkamah Agung baik langsung diajukan kepada Mahkamah Agung maupun melalui gugatan perkara di Pengadilan Negeri,  sedangkan bagi Undang-Undang  yang bertentangan dengan Konstitusi (UUD45) kewenangan memerikas dan menilainya diberikan kepada Mahkamah Konstitusi.

Fungsi-fungsi lain dari Mahkamah Konstitusi juga dimiliki oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat (Supreme Court of US), seperti selain menguji perundang-undangan atas Konstitusi, juga mengadili perselisihan pemilihan umum utamanya pemilihan presiden, Kasus Marbury Vs Madison menjadi contoh nyata kekuasaan MA Amerika yang sama dengan Mahkamah Konstitusi.  Reformasi 1998 telah menentukan pilihan memisahkan fungsi ini oleh MA & MK didasarkan pengalaman-pengalaman praktis pelaksanaan penegakan hukum di Indomnesia yang cenderung menguntungkan pihak yang berkuasa.

Rekruitmen  Hakim MA dan Hakim-hakim lainnya

Hakim-hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Kongres dan Senat, untuk masa jabatan seumur hidup, dan banyak bearasal dari para pengacara senior yang berpengalaman.  Memang ada perbedaan dengan sistem rekrutmen Hakim Agung dan Hakim di Indonesia, namun secara substansial sesungguhnya banyak mengandung persamaan,  karena pola keduanya menggambarkan adanya check and balances antara kekuasaan-kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Hakim Agung di Indonesia diusulkan oleh lembaga negara independen yaitu Komisi Yudisial (KY) dengan jumlah dua kali kebutuhan Mahkamah Agung untuk mengisi hakim yang pensiun dan meninggal dunia, kemudian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memilih separuh dari yang ajukan oleh KY, dimana hasilnya akan ditetapkan sebagai hakim Agung yang baru oleh Presiden sebagai Kepala Negara.  Dengan Undang-undang yang baru ic Undang-undang No. 18 tahun  2011, KY juga bersama-sama berwenang ikut dalam merekrut hakim-hakim untuk mengisi pengadilan negeri, hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Agama bersama-sama dengan Mahkamah Agung.

Mengenai  “bahan baku” atau asal usul hakim agung pada dasarnya tidak dibatasi, syarat yang terpenting sarjana hukum dengan strata pendidikan tiga (S3) atau Doktor Ilmu Hukum dan berpengalaman 25 tahun di bidang hukum. Pada prakteknya dua jenis profesi yang mengisi kebutuhan ini selain hakim karier dari pengadilan tinggi, yaitu pengacara atau advokat dan akademisi. Di Indonesia tidak ada jabatan seumur hidup, semua jabatan publik dibatasi oleh usia pensiun, sepengetahuan penulis kecuali jabatan personil “Akademi Ilmu Pengetahuan”. Semulia apapun jabatan hakim tetap dibatasi oleh masa pensiun, kemungkinan rationya adalah bahwa kemampuan seseorang itu dibatasi oleh usia, apalagi sistem menghendaki pemeriksaan di Mahkamah Agung oleh Hakim Agung walaupun ketentuan undang-undang hanya memberikan kewenangan “judex yuri” yaitu hanya memeriksa penerapan hukum saja (question of law) sebagaimana di Amerika Serikat, namun dengan adanya lembaga “peninjauan kembali”  telah memberikan kewenangan kepada Hakim Agung tidak hanya kewenangan “judex yuri” memeriksa penerapan hukum, tapi juga kewenangan “judex factie”, yaitu memeriksa fakta dan kejadian (question of fact) Itulah sebabnya lembaga “peninjauan kembali” ini kemudian disebut sebagai peradilan tingkat empat..

Tentang Pengadilan Khusus, CLS dan Class Action.


Di Amerika Serikat, selain pengadilan Distrik (US District Court) dan pengadilan negara bagian (Trial Court) dikenal juga beberapa pengadilan khusus federal atau badan-badan semiyudisial yaitu  US Claim Court yang menangani tuntutan-tuntutan terhadap pemerintah Amerika Serikat,  Court of International Trade yang menangani kasus-kasus bea, serta Patent and Trademark Office yang menangani kasus-kasus patent dan merek dagang. Meski tidak sama bidang-bidang kewenangannya di Indonesia pun pasca reformasi telah dilahirkan beberapa pengadilan khusus, baik di bidang keperdataan seperti : Pengadilan Niaga menangani kasus-kasus Kepailitan dan Gugatan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)  yang meliputi Hak Cipta, Merek, Patent, Rahasia Dagang, Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menangani kasus-kasus ketenaga kerjaan dan hubungan industrial laiinya,  Pengadilan Pajak, menangani kasus-kasus perpajakan, dan Pengadilan khusus berbentuk Mahkamah Syariah di Aceh yang mengadili kasus-kasus keluarga dan keperdataan bagi pemeluk agama Islam. Selain itu ada juga ada badan-badan khusus semiyudisial seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)  yang mengadili kasus-kasus persaingan usaha dan anti monopoli, serta Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)  yang menangani kasus-kasus gugatan oleh konsumen kepada produsen. Di bidang pidana beberapa pengadilan khusus itu antara lain; Pengadilan Hak Azasi Manusia, menangani dan mengadili kejahatan-kejahatan HAM, Pengadilan Anak, mengadili kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menangani kasus-kasus korupsi. Semua pengadilan khusus sebagaimana disebutkan diatas merupakan kamar pad peradilan umum atau pengadilan negeri, kecuali pengadilan pajak (PTUN), mahkamah syariah (Pengadilan Agama) dan badan-badan khusus semiyudisial yang bersifat independen.

Kekhusussan dalam pengertian yang lain, seperti tuntutan-tuntutan terhadap pemerintah di Amerika Serikat, Indonesia mewujudkannya dalam bentuk Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengadili kebijakan negara ic penetapan yang bersifat individual. Bahkan gugatan warga negara terhadap tanggung jawab Penyelengara Negara atas kewajibannya dalam memenuhi hak-hak warga negara telah dikembangkan dengan mengadopsi moda yang dikembangkan oleh Amerika Serikat melalui gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di pengadilan negeri, yaitu Citizen Law Suit (CLS). Gugatan CLS ini diadopsi dalam dunia hukum di Indonesia, antara lain beberapa yang sudah diputuskan pengadilan: a.    Putusan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas Penanganan Buruh Migran Indonesia (TKI) yang dideportasi dari Malaysia di Nunukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara nomor: 228/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST yang diputus tanggal 08 Desember 2003, telah mengakui eksistensi Gugatan Citizen Law Suit; b.    Putusan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Atas Penyelenggaraan Ujian Nasional di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara nomor: 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST yang diputus tanggal 03 Mei 2007, telah mengakui eksistensi Gugatan Citizen Law Suit; c.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) 13  Juli 2011 yang memenangkan gugatan warga negara (Citizen Lawsuit/CLS) melawan pemerintah dalam kasus Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). menghukum para tergugat untuk segera membuat UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hakim menilai para tergugat,yaitu Presiden RI, Ketua DPR, Wapres RI, Menko Kesra, Menko Perekonomian, Menkeu, Menkum HAM, Menkes, Mensos, Menakertrans dan Menhan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena lalai tidak membuat UU BPJS. Mengabulkan permohonan pemohon dan memerintahkan kepada para tergugat untuk segera membuat UU BPSJ; d.     Putusan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas ketiadaan hukum yang memadai yang melindungi Pekerja Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara nomor 146/PDT.G/2011/PN.JKT.PST yang dibacakan dimuka persidangan pada Selasa, 7 Februari 2012; e.    Gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas privatisasi pengelolaan air yang oleh Pemerintah diserahkan kepada perusahaan-perusahaan asing yang didaftarakan pada tanggal 21 Nopember 2012 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara Nomor 527/PDT/2012/PN.JKT.PST diajukan oleh masyarakat yang sampai saat ini masih dalam pemeriksaan.

Lembaga prosedural yang berasal dari Inggris, yang kemudian menjadi sangat penting di Amerika Serikat adalah litigasi “class action”. Dalam litigasi ini, pengugat mengajukan tuntutan perkara atas namanya sendiri sekaligus untuk sejumlah orang tanpa identifikasi yang juga menderita kerugian atau kerusakan yang sama.  Indonesia sendiri, sepengetahuan penulis telah mengatur masalah “class action” ini dalam dua Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tata cara mengajukan gugatan kelompok (class action) ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Sistem Juri, Preseden dan Plea Bargaining

Dalam pengadilan-pengadilan negara bagian tingkat pertama (state trial courts), juga pengadilan-pengadilan federal tingkat pertama (federal trial courts) di Amerika Serikat, penggunaan juri sudah sangat umum. Tugas utama Juri ialah memutuskan persoalan-persoalan fakta (question of fact). Tradisi Juri ini sudah bertahan lama di Amerika Serikat melebihi di Inggris sebagai sumbernya. Untuk perkara-perkara pidana (kriminal) dan juga perkara-perkara perdata (sipil) di pengadilan federal hak untuk mendapatkan pemeriksaan pengadilan oleh juri dijamin Konstitusi Amerika (Amandemen keenam & ketujuh). Jaminan yang sama juga dapat ditemukan dalam konstitusi-konstitusi negara bagian. Walaupun demikian, pemeriksaan pengadilan oleh Juri tidak wajib sifatnya, sehingga bila kedua pihak tidak ada yang meminta pemeriksaan oleh Juri, maka hakim tidak hanya akan memutus kan persoalan-persoalan hukum (question of law) tetapi juga  persoalan-persoalan fakta (question of fact).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun